Nabi Muhammad Saw bersabda:
“Waspadailah oleh kalian tindakan melewati batas dalam agama karena sesungguhnya hal yang merusak orang sebelum kalian adalah tindakan melewati batas dalam agama”[6]
Sesungguhnya tindakan ekstrem merupakan penyakit yang memiliki sekian banyak perkara dan implikasi yang boleh kita kategorikan, di antaranya:
1- Fanatik kepada pendapat dan diri sendiri sehingga tidak mengakui pandangan orang lain serta menolak dan mengacuhkan pendapat orang-orang yang berseberangan. Ia hanya menetapi pendapatnya dan fanatik kepada diri sendiri serta menafikan segala hal selain dirinya padahal Allah tidak pernah menjadikan kebenaran seluruhnya hanya bersama satu orang sedang kesalahan semuanya bersama satu orang yang lain. Mereka semua adalah manusia yang juga berbuat salah dan bertindak benar.
2- Berlegar hanya kepada perkara-perkara tertentu, kelompok-kelompok dan jamaah-jamaah sehingga kita mendapatkan banyak dari mereka tidak mau menerima kritikan walaupun (berlandaskan) ilmu yang jernih serta fakta yang boleh diterima pakai. Bahkan sebaliknya mereka menyerang balik lawan-lawan mereka dengan kasar di bawah tirai membela madzhab yang mereka ikuti sebagaimana diisyaratkan oleh firman Allah ta’ala: “Mereka menjadikan orang-orang alim dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah…”[7]
3- Taklid buta kepada orang yang dianggap lebih berilmu dan akalnya tidak boleh dipercayai (tetapi) kemudian oleh para pengikut dicop bahawa pemimpin mereka benar dalam segala masalah yang diijtihadinya padahal sungguh hal-hal yang masuk dalam lingkup ijtihad dan masih boleh diperdebatkan, hanyalah bersifat syak wasangka dan bukan sebuah kepastian. Meski begitu mereka (tetap saja) melihat kebenaran seluruhnya berada pada pendapat pemimpin mereka dan menilai selainnya sebagai sebuah kesalahan.
4- Pemikiran-pemikiran lama yang telah mengakar yang memberikan pengaruh kepada akal dan jiwa mereka sebagai penyebab kesombongan, ghurur, menetapi kesalahan, dan karena ikatan kemaslahatan dan kemanfaatan (duniawi) sebagai kompensasi mengikuti dan menetapi pemikiran-pemikiran ini sehingga sulit bagi mereka melepaskan diri dari pemikiran dan pemahaman lama mereka yang dari sebab-sebab itu muncul sikap masa bodoh, membatasi atau menutup diri di bawah slogan-slogan bermacam-macam seperti At Tha’ifah al Manshurah (kelompok yang ditolong Allah), al Firqah an Najiyah (kelompok yang selamat) dan Jamaatul muslimin dan sebagainya.
5- Terkungkung, sehingga masing-masing individu mereka melihat bahwa pendapat dan cara pandangnya itulah agama. Dan adapun selainnya, maka diklaim sebuah kesesatan yang nyata. Seiring berlalunya waktu, masing-masing dari mereka menjadikan dirinya terkungkung karena menutup pintu dialog dan usaha saling memahami dikarenakan ia tidak pernah mengetahui kecuali satu pendapat dan tidak pula pernah membaca selain dari diktat-diktat yang ditentukan yang bersumber dari buku-buku yang ditentukan pula serta selanjutnya ia menganggap bahwa selain buku tersebut bukanlah apa-apa (semua salah).
6- Kurangnya ilmu dan pemikiran yang tidak seimbang (tidak balance) karena mereka jauh dari menerima pelajaran dari orang-orang yang ahli dalam ilmu-ilmu syariat sebagaimana terjadi pada sebagian anak-anak muda kampus yang menyempatkan diri (sejenak) meninggalkan disiplin ilmunya agar bisa belajar beberapa sisi dari ilmu-ilmu syariat. Padahal seorang doktor tidak akan menjadi seorang ahli fiqih (faqih), seorang arkitek tidak akan pernah menjadi seorang ahli hadits (Muhaddits), seorang jurutera tidak akan penah bisa menjadi seorang ahli tafsir (Mufassir), dan seorang tukang kayu, tukan roti, pandai besi dan tukang las, mereka semua tidak akan bisa menjadi seorang ulama atau mujtahid. Hanya sebuah Ijazah yang berusaha mereka dapatkan, tidak akan bisa mempersembahkan (memunculkan) kepada umat, ulama-ulama yang memiliki keupayaan. Memang mereka akan menjadi para ahli pemberi nasehat (penceramah), tetapi bukan ulama.
Dan kiranya cukup bagi masing-masing dari kita, ilmu-ilmu yang bisa menyelamatkan aqidah dan menjadikan ibadah serta perjalanan menuju Allah menjadi sah. (Selanjutnya kita perlu) senantiasa memuliakan para ahli ilmu dan menjadikan mereka sebagai rujukan.
7- Lancang berfatwa dengan mengeluarkan fatwa-fatwa takfir, tadhlil, tabdi’, menghalalkan dan mengharamkan berdasarkan hawa nafsu karena memang mereka bukanlah para ahli dalam masalah ini sebagai akibat kurangnya ilmu dan pemikiran sempit. Allah berfirman: “Dan janganlah kalian mengatakan terhadap apa yang disebutkan oleh lidah-lidah kalian secara dusta: “Ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. (itu adalah) kesenangan yang sedikit dan bagi mereka siksa yang pedih”[8]
8- Mencela Ulama dan memaki orang yang tidak sependapat. Perkara ini termasuk hal yang pernah diisyaratkan oleh Rasulullah Saw akan terjadi pada akhir zaman, sesuatu yang disebut dengan kelancangan anak-anak muda terhadap para orang tua dan generasi akhir umat ini yang melaknat para pendahulu mereka. Di bawah slogan bahwa (Memberikan bantahan kepada pihak yang berselisih adalah termasuk dasar-dasar islam), cara ini terus berkembang sampai beralih kepada terjadinya saling membantah di antara kelompok pelampau mereka sendiri sehingga kelompok-kelompok yang menisbatkan diri kepada salafiyyah tersebut mencapai angka lebih dari empat puluh di mana setiap kelompok mengaku dirinya benar dan sebagai kelompok yang selamat dan kelompok yang diberikan pertolongan. Dan adapun selain mereka maka semua adalah ahli bid’ah dan kesesatan. Lalu menganggap diri mereka memiliki kedekatan dengan Allah azza wajalla dan akan sampai kepadaNya sementara mereka sibuk memakan daging ulama. Sangatlah beruntung, bagi orang yang sibuk dengan aibnya sendiri dan melupakan aib orang lain.
9- Keras, kasar dan menjana permusuhan di antara kaum muslimin. Betapa banyak permusuhan-permusuhan yang menimbulkan perpecahan dan perselisihan oleh sebab fenomena-fenomena ini. Patutkah kedudukan kaum muslimin yang (sekarang ini) berubah menjadi saling membenci dan memusuhi yang muncul akibat hati yang keras, ucapan yang kasar dan watak yang kaku, lalu berubahlah sifat kita (yang semestinya) seperti firman Allah: “tegas kepada orang-orang kafir dan saling menyayangi di antara mereka”[9], sehingga kita kini menjadi lebih tegas kepada sesama saudara seiman tetapi kepada orang kafir menjadi orang-orang yang menyayangi. Ini adalah sifat kaum Khawarij dan orang yang meniti jalan mereka.
10- Pemahaman yang salah tentang salafiyyah. Salafiyyah adalah periode masa yang diberkahi, bukan sebuah madzhab dalam islam. Ia adalah tiga abad pertama dalam usia umat islam berdasarkan sabda Rasulullah Saw: “Sebaik-baik abad adalah abadku, kemudian orang setelah mereka dan kemudian orang setelah mereka”[10]
Tiga abad pertama adalah para sahabat, tabiin dan tabiit tabiin. Menetapi manhaj dan berpegangan dengan kaidah-kaidah mereka dalam memahami nash-nash serta berpedoman dengan hal-hal yang mereka sepakati adalah bagian dari esensi keyakinan dan aturan-aturan berakhlaq.
Adapun jika salafiyyah berubah menjadi sebuah istilah baru di mana sebuah kelompok tertentu dari kaum muslimin mempunyai pengikut di belakangnya untuk kemudian berbeza dengan kaum muslimin lain dengan memiliki pemahaman tertentu, pemakaian fesyen yang tersendiri dan segala hal yang terkait tampilan zhahir seperti secara serius memperhatikan pakaian-pakaian pendek (cingkrang:jawa), jenggot panjang dan rambut yang disisir belah dua (piyak tengah:jawa), maka ini semua adalah bid’ah yang muncul dan sesuatu yang baru dalam agama.
Orang-orang yang mengaku sebagai pengikut salaf pada hari ini perlu membaca dengan seksama tentang kehidupan generasi salaf; baik tentang kezuhudan, ibadah, ilmu, kebaikan akhlak dan sifat-sifat mereka. Ini karena mereka memiliki pemahaman yang salah dan pemikiran yang menyimpang serta moral yang buruk yang semuanya perlu diluruskan.
11- Senantiasa menetapi kebiasaan memberatkan diri meski faktor-faktor kemudahan begitu nyata. Tidak disuruh memilih di antara dua perkara kecuali mereka memilih yang terberat untuk menunjukkan keteguhan agama dan menganggap orang lain kurang (dalam beragama). Sementara ikhlas, kebaikan niat, keseriusan mengikuti sunnah, dan keselarasan dengan syara’ merupakan standar penerimaan amal. Dan termasuk memperberat orang lain adalah mengawasi mereka terkait hal-hal yang bersifat sunnah seakan itu adalah wajib, terkait hal-hal yang makruh seakan itu adalah hal yang diharamkan, dan terkait masalah-masalah yang fiqih yang masih terjadi khilaf di dalamnya seakan-akan itu adalah masalah aqidah, padahal seorang muslim berada di antara hal dan maqamnya.
Demikianlah kedudukan orang yang melampau batas yang lebih dikenali sebagai ekstrim yang selamanya tidak pernah ada bertemu dengan orang lain. Dia dengan orang lain seperti timur dan barat “Begitu jauh antara orang yang berada di timur dan orang yang berada di barat” karena ia tidak mengerti akan sikap moderat (al wasath) dan juga tidak mengakuinya.
=والله يتولي الجميع برعايته=
Disarikan dari buku :
Al Mutatharrifun Khawarijul Ashri
Karya:DR Umar Abdullah al Kamil
[1] رواه النسائي رقم 3057
[2] التوبة:31
[3] النحل: 116-117
[4] الفتح:39
[5][5] رواه البخاري رقم 2652 ومسلم رقم 2533
[6]HR Nasai no:3057
[7]QS at Taubah:31
[8]QS An Nahl:116-117
[9]QS al Fath:39
[10]HR Bukhari no:2652. HR Muslim no:2533
“Waspadailah oleh kalian tindakan melewati batas dalam agama karena sesungguhnya hal yang merusak orang sebelum kalian adalah tindakan melewati batas dalam agama”[6]
Sesungguhnya tindakan ekstrem merupakan penyakit yang memiliki sekian banyak perkara dan implikasi yang boleh kita kategorikan, di antaranya:
1- Fanatik kepada pendapat dan diri sendiri sehingga tidak mengakui pandangan orang lain serta menolak dan mengacuhkan pendapat orang-orang yang berseberangan. Ia hanya menetapi pendapatnya dan fanatik kepada diri sendiri serta menafikan segala hal selain dirinya padahal Allah tidak pernah menjadikan kebenaran seluruhnya hanya bersama satu orang sedang kesalahan semuanya bersama satu orang yang lain. Mereka semua adalah manusia yang juga berbuat salah dan bertindak benar.
2- Berlegar hanya kepada perkara-perkara tertentu, kelompok-kelompok dan jamaah-jamaah sehingga kita mendapatkan banyak dari mereka tidak mau menerima kritikan walaupun (berlandaskan) ilmu yang jernih serta fakta yang boleh diterima pakai. Bahkan sebaliknya mereka menyerang balik lawan-lawan mereka dengan kasar di bawah tirai membela madzhab yang mereka ikuti sebagaimana diisyaratkan oleh firman Allah ta’ala: “Mereka menjadikan orang-orang alim dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah…”[7]
3- Taklid buta kepada orang yang dianggap lebih berilmu dan akalnya tidak boleh dipercayai (tetapi) kemudian oleh para pengikut dicop bahawa pemimpin mereka benar dalam segala masalah yang diijtihadinya padahal sungguh hal-hal yang masuk dalam lingkup ijtihad dan masih boleh diperdebatkan, hanyalah bersifat syak wasangka dan bukan sebuah kepastian. Meski begitu mereka (tetap saja) melihat kebenaran seluruhnya berada pada pendapat pemimpin mereka dan menilai selainnya sebagai sebuah kesalahan.
4- Pemikiran-pemikiran lama yang telah mengakar yang memberikan pengaruh kepada akal dan jiwa mereka sebagai penyebab kesombongan, ghurur, menetapi kesalahan, dan karena ikatan kemaslahatan dan kemanfaatan (duniawi) sebagai kompensasi mengikuti dan menetapi pemikiran-pemikiran ini sehingga sulit bagi mereka melepaskan diri dari pemikiran dan pemahaman lama mereka yang dari sebab-sebab itu muncul sikap masa bodoh, membatasi atau menutup diri di bawah slogan-slogan bermacam-macam seperti At Tha’ifah al Manshurah (kelompok yang ditolong Allah), al Firqah an Najiyah (kelompok yang selamat) dan Jamaatul muslimin dan sebagainya.
5- Terkungkung, sehingga masing-masing individu mereka melihat bahwa pendapat dan cara pandangnya itulah agama. Dan adapun selainnya, maka diklaim sebuah kesesatan yang nyata. Seiring berlalunya waktu, masing-masing dari mereka menjadikan dirinya terkungkung karena menutup pintu dialog dan usaha saling memahami dikarenakan ia tidak pernah mengetahui kecuali satu pendapat dan tidak pula pernah membaca selain dari diktat-diktat yang ditentukan yang bersumber dari buku-buku yang ditentukan pula serta selanjutnya ia menganggap bahwa selain buku tersebut bukanlah apa-apa (semua salah).
6- Kurangnya ilmu dan pemikiran yang tidak seimbang (tidak balance) karena mereka jauh dari menerima pelajaran dari orang-orang yang ahli dalam ilmu-ilmu syariat sebagaimana terjadi pada sebagian anak-anak muda kampus yang menyempatkan diri (sejenak) meninggalkan disiplin ilmunya agar bisa belajar beberapa sisi dari ilmu-ilmu syariat. Padahal seorang doktor tidak akan menjadi seorang ahli fiqih (faqih), seorang arkitek tidak akan pernah menjadi seorang ahli hadits (Muhaddits), seorang jurutera tidak akan penah bisa menjadi seorang ahli tafsir (Mufassir), dan seorang tukang kayu, tukan roti, pandai besi dan tukang las, mereka semua tidak akan bisa menjadi seorang ulama atau mujtahid. Hanya sebuah Ijazah yang berusaha mereka dapatkan, tidak akan bisa mempersembahkan (memunculkan) kepada umat, ulama-ulama yang memiliki keupayaan. Memang mereka akan menjadi para ahli pemberi nasehat (penceramah), tetapi bukan ulama.
Dan kiranya cukup bagi masing-masing dari kita, ilmu-ilmu yang bisa menyelamatkan aqidah dan menjadikan ibadah serta perjalanan menuju Allah menjadi sah. (Selanjutnya kita perlu) senantiasa memuliakan para ahli ilmu dan menjadikan mereka sebagai rujukan.
7- Lancang berfatwa dengan mengeluarkan fatwa-fatwa takfir, tadhlil, tabdi’, menghalalkan dan mengharamkan berdasarkan hawa nafsu karena memang mereka bukanlah para ahli dalam masalah ini sebagai akibat kurangnya ilmu dan pemikiran sempit. Allah berfirman: “Dan janganlah kalian mengatakan terhadap apa yang disebutkan oleh lidah-lidah kalian secara dusta: “Ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. (itu adalah) kesenangan yang sedikit dan bagi mereka siksa yang pedih”[8]
8- Mencela Ulama dan memaki orang yang tidak sependapat. Perkara ini termasuk hal yang pernah diisyaratkan oleh Rasulullah Saw akan terjadi pada akhir zaman, sesuatu yang disebut dengan kelancangan anak-anak muda terhadap para orang tua dan generasi akhir umat ini yang melaknat para pendahulu mereka. Di bawah slogan bahwa (Memberikan bantahan kepada pihak yang berselisih adalah termasuk dasar-dasar islam), cara ini terus berkembang sampai beralih kepada terjadinya saling membantah di antara kelompok pelampau mereka sendiri sehingga kelompok-kelompok yang menisbatkan diri kepada salafiyyah tersebut mencapai angka lebih dari empat puluh di mana setiap kelompok mengaku dirinya benar dan sebagai kelompok yang selamat dan kelompok yang diberikan pertolongan. Dan adapun selain mereka maka semua adalah ahli bid’ah dan kesesatan. Lalu menganggap diri mereka memiliki kedekatan dengan Allah azza wajalla dan akan sampai kepadaNya sementara mereka sibuk memakan daging ulama. Sangatlah beruntung, bagi orang yang sibuk dengan aibnya sendiri dan melupakan aib orang lain.
9- Keras, kasar dan menjana permusuhan di antara kaum muslimin. Betapa banyak permusuhan-permusuhan yang menimbulkan perpecahan dan perselisihan oleh sebab fenomena-fenomena ini. Patutkah kedudukan kaum muslimin yang (sekarang ini) berubah menjadi saling membenci dan memusuhi yang muncul akibat hati yang keras, ucapan yang kasar dan watak yang kaku, lalu berubahlah sifat kita (yang semestinya) seperti firman Allah: “tegas kepada orang-orang kafir dan saling menyayangi di antara mereka”[9], sehingga kita kini menjadi lebih tegas kepada sesama saudara seiman tetapi kepada orang kafir menjadi orang-orang yang menyayangi. Ini adalah sifat kaum Khawarij dan orang yang meniti jalan mereka.
10- Pemahaman yang salah tentang salafiyyah. Salafiyyah adalah periode masa yang diberkahi, bukan sebuah madzhab dalam islam. Ia adalah tiga abad pertama dalam usia umat islam berdasarkan sabda Rasulullah Saw: “Sebaik-baik abad adalah abadku, kemudian orang setelah mereka dan kemudian orang setelah mereka”[10]
Tiga abad pertama adalah para sahabat, tabiin dan tabiit tabiin. Menetapi manhaj dan berpegangan dengan kaidah-kaidah mereka dalam memahami nash-nash serta berpedoman dengan hal-hal yang mereka sepakati adalah bagian dari esensi keyakinan dan aturan-aturan berakhlaq.
Adapun jika salafiyyah berubah menjadi sebuah istilah baru di mana sebuah kelompok tertentu dari kaum muslimin mempunyai pengikut di belakangnya untuk kemudian berbeza dengan kaum muslimin lain dengan memiliki pemahaman tertentu, pemakaian fesyen yang tersendiri dan segala hal yang terkait tampilan zhahir seperti secara serius memperhatikan pakaian-pakaian pendek (cingkrang:jawa), jenggot panjang dan rambut yang disisir belah dua (piyak tengah:jawa), maka ini semua adalah bid’ah yang muncul dan sesuatu yang baru dalam agama.
Orang-orang yang mengaku sebagai pengikut salaf pada hari ini perlu membaca dengan seksama tentang kehidupan generasi salaf; baik tentang kezuhudan, ibadah, ilmu, kebaikan akhlak dan sifat-sifat mereka. Ini karena mereka memiliki pemahaman yang salah dan pemikiran yang menyimpang serta moral yang buruk yang semuanya perlu diluruskan.
11- Senantiasa menetapi kebiasaan memberatkan diri meski faktor-faktor kemudahan begitu nyata. Tidak disuruh memilih di antara dua perkara kecuali mereka memilih yang terberat untuk menunjukkan keteguhan agama dan menganggap orang lain kurang (dalam beragama). Sementara ikhlas, kebaikan niat, keseriusan mengikuti sunnah, dan keselarasan dengan syara’ merupakan standar penerimaan amal. Dan termasuk memperberat orang lain adalah mengawasi mereka terkait hal-hal yang bersifat sunnah seakan itu adalah wajib, terkait hal-hal yang makruh seakan itu adalah hal yang diharamkan, dan terkait masalah-masalah yang fiqih yang masih terjadi khilaf di dalamnya seakan-akan itu adalah masalah aqidah, padahal seorang muslim berada di antara hal dan maqamnya.
Demikianlah kedudukan orang yang melampau batas yang lebih dikenali sebagai ekstrim yang selamanya tidak pernah ada bertemu dengan orang lain. Dia dengan orang lain seperti timur dan barat “Begitu jauh antara orang yang berada di timur dan orang yang berada di barat” karena ia tidak mengerti akan sikap moderat (al wasath) dan juga tidak mengakuinya.
=والله يتولي الجميع برعايته=
Disarikan dari buku :
Al Mutatharrifun Khawarijul Ashri
Karya:DR Umar Abdullah al Kamil
[1] رواه النسائي رقم 3057
[2] التوبة:31
[3] النحل: 116-117
[4] الفتح:39
[5][5] رواه البخاري رقم 2652 ومسلم رقم 2533
[6]HR Nasai no:3057
[7]QS at Taubah:31
[8]QS An Nahl:116-117
[9]QS al Fath:39
[10]HR Bukhari no:2652. HR Muslim no:2533
No comments:
Post a Comment