Sebelah timur Kota Solo berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar.
Sementara sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Boyolali dan Karanganyar dan di sebelah selatan juga berbatasan dengan Sukoharjo.
Kota Solo juga terletak di jalur strategis, yang mempertemukan jalur dari arah Jakarta, Yogyakarta dan Semarang menuju Surabaya dan Bali, atau sebaliknya.
Sejarah kota ini bermula pada saat Kerajaan Kartasura mengalami keruntuhan, yang disebabkan oleh ada nya pemberontakan.
Pemberontakan ini berawal dari penindasan yang dilakukan kompeni VOC Belanda kepada para orang orang Cina yang berada di Jakarta. Orang orang Cina ini kemudian melarikan diri ke Jawa Tengah.
Kemarahan orang orang Cina ini di luapkan dengan pemberontakan orang orang Cina yang di pimpin oleh Sunan Kuning kepada Keraton Kartasura.
Dan pemberontakan ini di dukung Raden Mas Said yang juga kecewa dan marah atas kebijakan Keraton Kartasura yang memangkas daerah Sukowati yang dulunya di berikan Keraton Kartasura kepada ayahandanya.
Serangan dari para prajurit orang orang Cina berhasil menjebol benteng pertahanan Keraton Kartasura dan menyebabkan timbul banyak korban jiwa.
Untuk menghadapi pemberontakan tersebut Baginda Sunan Pakubuana memerintahkan kerabat keraton dan para abdi dalem untuk mengungsi ke wilayah Jawa Timur yaitu Pacitan hingga ke Ponorogo.
Ketika para kerabat keraton dan abdi dalem mengungsi, para prajurit pemberontakan Cina menghancurkan dan menjarah Keraton.
Adipati Bagus Suroto yang berasal dari Kadipaten Ponorogo mendengar tentang pemberontakan orang orang Cina tersebut. Ia yang langsung marah dan membenci pemberontakan itu, kemudian menyediakan prajuritnya untuk menumpas pemberontakan orang orang Cina tersebut.
Lalu terjadilah peperangan untuk menumpas pemberontakan orang orang Cina itu. Peperangan itu berlangsung seru. Tetapi akhirnya pemberontakan itu berhasil di tumpas.
Dan ketika kerabat keraton dan abdi dalem kembali ke Keraton. Keraton sudah hancur.
Berawal dari situ lah, Baginda Sunan Pakubuana menunjuk beberapa orang diantaranya: Tumenggung Honggowoso, Adipati Sindurejo, Adipati Pringgoloyo, Tumenggung Mangkuyudo, Tumenggung Pusponegoro dan yang di sebut narapraja untuk mencari tempat baru untuk pemerintahan.
Para narapraja melakukan pengembaraan ke berbagai tempat akhirnya menemukan 3 desa yaitu Desa Sala, Desa Kadipolo, dan Desa Sana Sewu yang bisa di jadikan tempat pemerintahan baru.
Setelah itu di lakukan perundingan, dan akhirnya Kota Sala lah terpilih menjadi pusat pemerintahan Keraton Mataram yang baru. Letaknya hanya 10 km sebelah timur Kartasura.
Alasan mengapa pilihan jatuh ke Desa Sala karena dilihat dari sisi fisik geografis dan magis religious. Desa Sala letaknya dekat dengan Bengawan Solo yang sejak lama memiliki arti penting dalam hubungan sosial, politik dan militer antara Jawa Tengah dengan Jawa Timur.
Dan tepatnya pada 18 Februari 1745 kerajaan di pindahkan ke Desa Sala yang terletak di tepi Sungai Bengawan Solo.
Perpindahan Keraton Kasunanan ke Desa Sala ini merupakan bedol keraton secara menyeluruh atau total.
Perpindahan itu dilakukan dengan suasana sedih karena keraton yang di hancurkan oleh orang orang Cina.
Untuk perpindahan keraton, Baginda Sunan Pakubuana memerintahkan abdi dalem untuk membabat hutan belukar, menimbuni rawa karna pada masa itu Desa Sala memiliki banyak rawa.
Peristiwa inilah yang dijadikan sebagai peringatan Hari Lahir Kota Solo. Dan alasan kenapa desa ini di sebut sebagai Desa Sala yaitu karena di desa Sala ini hidup seorang tokoh masyarakat yang sangat bijaksana bernama KYAI SALA. Selain itu, karena di daerah ini dahulu banyak di tumbuhi tanaman sala (sejenis pohon pinus) seperti yang tertulis di serat Babad Sengkala.
Adapun mengapa penyebutannya sekarang Kota Solo bukan Kota Sala, karena kesalahan orang-orang Eropa dalam penyebutan nama ini. Lidah mereka susah untuk menyebutkan Kota Sala, jadi mereka menyebutnya Kota Solo.
Nah, karena itulah masyarakat Indonesia mengikuti kebiasaan tersebut dan menyebut Sala menjadi Solo. Meskipun nama resmi kota ini adalah Kota Surakarta.
Tapi lebih banyak orang yang menyebutnya Kota Solo. Dan dalam dunia marketing pun nama Solo lebih menjual daripada nama resmi nya.
Bagi penduduk Kota Solo, persoalan nama ini tidak perlu di permasalahkan. Sebab bagi rakyat Solo nama Surakarta juga di terima sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan karena nama tersebut adalah nama pemberian dari Baginda Sunan Pakubuana.
Jadi demikian baik nama Solo maupun Surakarta akan selalu hadir mencerminkan hubungan saling menghargai antara pemimpin dan rakyat Solo.
Dan bagi anda yang penasaran akan Kota Solo, maka berkunjung lah ke kota wisata yang masih kentara akan kultur dan budayanya ini. Terimakasih sudah membaca rangkuman dari berbagai sumber ini, semoga menambah wawasan anda dan semoga bermanfaat.
credit : September 18, 2017 by Sity Mukaromah
No comments:
Post a Comment