14 August 2016

Mengenal Imam Ibnu Taimiyyah(661h-728h)

Assalamualaikum, dengan nama Allah yang maha pemurah lagi maha mengasihani, yang menurunkan agama islam dengan perantaraan lidah para rasulNya yang mulia, yang tidaklah mengenal erti penat serta lelah, tidak mengendahkan tohmahan, kejian, fitnah, cacian serta makian dari manusia demi menyampaikan risalah Allah yang benar dan suci ini, dan telah pula disambung warisan sunnah perjuangan suci ini oleh para kekasihNya yang dikasihi iaitu para Ulama’ yang menyusuri isi kandungan Al-Quran serta Hadith nabiNya yang mulia, mereka bukan sahaja dianggap penyambung kepada meneruskan Risalah Suci ini,bahkan mereka mewarisi juga sunnah perjuangan ini yang menjanjikan kejian, cacian, makian serta tohmahan yang mungkin pedih untuk disantap oleh jiwa, tetapi kembali tersenyum bila memikirkan telah melalui denai derita yang sama dilalui oleh para rasul yang mulia…

Daku ingin mengenalkan pula kepada para pembaca akan kisah hidup atau biografi insan yang telah melalui sunnah perjuangan para rasul ini,iaitu Ibnu Taimiyyah(661H-728H)
Pendahuluan

Tak kenal maka tak sayang! Begitulah pepatah kita mengatakannya. Ketika kita akan mencari atau mengetengahkan sosok orang yang alim, maka kita akan dihadapkan dengan pencarian yang membutuhkan keseriusan dan pada saat membaca/ menulis kita akan larut didalamnya hingga tak terasa mata ini berkaca-kaca hingga meneteskan butir air mata. Demikianlah yang dialami oleh penulis makalah ini saat mengayunkan jari jemari diatas keyboard komputernya dalam rangka memilih kata yang tepat untuk sosok sekaliber Ibnu Taimiyah.

Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiyah adalah seorang yang alim lagi masyhur, banyak orang yang menulis tentangnya dari kalangan ulama atau penulis bahkan diantara tulisan tersebut ada yang khusus membahas tentang beliau. Sebagiannya membahas kehidupan beliau secara menyeluruh, dan ada pula yang terbatas pada sebagiannya saja.

Dizaman sekarang, umat islam sedang menghadapi penyimpangan keyakinan yang tersimbol pada banyaknya gelombang kekufuran, munculnya asas-asas kafir, sistem-sistem fasik, dan penyelewengan-penyelewengan pemahaman yang berhubungan dengan nama, sifat, dan juga perbuatan Allah.
Oleh karena itu, betapa perlunya kita untuk kembali kepada al-Qur’an dan as-Sunnah, sebagai penawar bagi kebengkokan yang membawa umat pada kehinaan.betapa layaknya kita untuk kembali melakukan seperti apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat.


Umat islam sekarang yang sedang menghadapi musuh-musuh mereka baik dari orang-orang Yahudi maupun yang lainnya, sangat memerlukan beberapa orang yang mempunyai komitmen tinggi, memahami islam dari segala sisinya, dan bagus dalam mengikuti ulama salaf terdahulu. Diantara mereka adalah Ibn Taimiyah. Dia termasuk goloongan yang beriman kepada Allah dan membenarkan para Rasul.

Nama dan Nasab

Beliau bernama Taqiyyuddin Ahmad ibn Abdil Halim ibn Abdissalaam ibn Al-Khudr Abu Al-‘Abbas Ibnu Taimiyah Al-Haraaniy.

Sumber yang lainnya mengatakan: beliau adalah Syaikh al-Islam al-Imam Ahmad ibn Abd al-Halim ibn Abd al-Salaam ibn Abdillah ibn Muhammad ibn al-Khudhr ibn Ali ibn Abdillah ibn Taimiyah al-Harani kemudian al-Dimasyqi. Beliau memiliki kuniyah Abu al-‘Abbaas.

Ada pula yang menyatakan syaikh al-Islam Taqiyyuddin  Abu al-‘Abbas  Ahmad ibn al-‘Allaamah Syihaab al-Diin Abi al-Mahaasin Abd al-Haliim ibn al-Syaikh al-Imam syaikh al-Islam Majd al-Diin Abi al-Barakaat Abd al-Salaam ibn Abi Muhammad Abdullah ibn Abi al-Qosim al-Khudhr ibn Ali ibn Abdillah ibn Taimiyah al-Haraaniy.

Mengenai penamaan Taimiyah ada yang mengatakan bahwa kakeknya Muhammad ibn Al-Khudhr pergi berhaji melewati jalur Taima’. Di sana dia melihat bayi. Pada saat pulang dia mendapati istrinya melahirkan seorang bayi perempuan. Dia berkata: wahai Taimiyah, lantas dia pun diberi gelar tersebut. Ada pula yang mengatakan: kakeknya ini memiliki ibu bernama Taimiyah, ia seorang penasehat; karenanya beliau dinisbatkan kepadanya dan dikenal dengan sebutan itu.

Ibnu Taimiyah dilahirkan pada hari senin tanggal 10[4] dan ada yang mengatakan tanggal 12 rabi’ul awwal 661 H. di Haran Turki bagian timur. Sebagian orang mengatakan Haran yang dimaksud adalah kota sebelah timur Damaskus, atau perbatasan antara Iraq dengan Syam. Namun pendapat yang pertama lebih tepat karena Ibnu Abdil Hadi berkata bahwa ayah Ibnu Taimiyah pergi bersamanya dan saudara-saudaranya yang lain dari Haran menuju ke Syam. Ini menunjukkan bahwa Haran yang dimaksud adalah di luar Syam.

Ibnu Taimiyah datang ke Damaskus pada tahun 667 H. saat berusia 7 tahun karena serbuan tentara Tartar dan disanalah beliau berkembang dengan perkembangan yang baik sesuai kehendak Allah Ù€.

Beliau mempunyai 3 saudara yang dikenal keilmuan mereka, yang pertama saudaranya yang seibu Badr al-Diin Abi Al-Qasim Muhammad ibn Khali Al-Harani; yang kedua saudara kadungnya Zainuddin Abd al-Rahman dan Syarafuddin Abdullah.

Kelahiran dan Pertumbuhan Beliau

Beliau lahir pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal 661 Hijriyyah di Haron. Ketika berumur 7 tahun, beliau berpindah ke Damaskus bersama ayahnya dalam rangka melarikan diri dari pasukan Tartar yang memerangi kaum muslimin. Beliau tumbuh di keluarga yang penuh ilmu, fiqih, dan agama. Buktinya adalah banyak dari ayah, kakek, saudara, dan banyak dari paman beliau adalah ulama yang terkenal. 

Di antaranya adalah kakek beliau yang jauh (kakek nomor 4), yaitu Muhammad bin Al Khodr, juga Abdul Halim bin Muhammad bin Taimiyyah dan Abdul Ghoni bin Muhammad bin Taimiyyah. Juga kakek beliau yang pertama, yaitu Abdus Salam bin Abdullah bin Taimiyyah Majdud Diin -nama kunyahnya adalah Abul Barokaat-, memiliki beberapa tulisan di antaranya : Al Muntaqo min Al Ahadits Al Ahkam (kitab ini disyarh oleh Imam Syaukani dengan judul Nailul Author, pen), Al Muharror dalam bidang fiqih, Al Muswaddah dalam bidang ushul fiqih, dan lainnya. Begitu juga dengan ayah beliau, Abdul Halim bin Abdus Salam Al Haroni dan saudaranya, Abdurrahman dan lain-lain.

Di lingkungan ilmiah dan sholihah ini, beliau tumbuh. Beliau memulai menuntut ilmu pertama kali pada ayahnya dan juga pada ulama-ulama Damaskus. Beliau telah menghafalkan Al Qur’an sejak kecil. Beliau juga telah mempelajari hadits, fiqih, ilmu ushul, dan tafsir. Beliau dikenal sebagai orang yang cerdas, memiliki hafalan yang kuat dan memiliki kecerdasan sejak kecil. Kemudian beliau intensif mempelajari ilmu dan mendalaminya. Sehinggga terkumpul dalam diri beliau syarat-syarat mujtahid ketika masa mudanya. Maka tidak lama kemudian beliau menjadi seorang imam yang diakui oleh ulama-ulama besar dengan ilmu, kelebihan, dan keimamannya dalam agama, sebelum beliau berusia 30 tahun.

Karya Ilmiah Beliau 

Ibnu Taimiyah berkembang di bawah bimbingan para ulama, bahkan ayah beliau sendiri merupakan salah seorang pembesar madzhab Hanbali. Demikian pula kakek dan pamannya, mereka semua tergolong para ulama yang terkenal. Mengenai kakek beliau Al-Dzahabi berkata: “Beliau seorang imam yang sempurna, tidak ada yang menandinginya di masa itu, pangkal ilmu fiqih dan ushulnya, menonjol di bidang hadits dan maknanya serta pengetahuannya yang luas di bidang qiraat maupun tafsir”. Jamaluddin ibn Malik berkata: “Ilmu fiqih telah dimudahkan untuk syaikh al-Majd sebagaimana Allah telah melunakkan besi bagi Daudâ€.

Tanda-tanda kejeniusan telah nampak semenjak kecil, beliau senang membaca berbagai pengetahuan, berkemauan tinggi, menghadiri sekolah-sekolah dan majlis ilmu, beradu argument, mendatangkan perkara yang membingungkan para pembesar dari kalangan ulama dan beliau mulai berfatwa semenjak usia 19 tahun serta menjadi imam yang diakui oleh para ulama sebelum berusia 30 tahun.

Beliau telah belajar lebih dari 200 ulama, diantaranya: Khotib dan mufti Damaskus Syarafuddin al-Maqdisi, belajar bahasa arab pada Muhammad ibn Abd Al-Qowiy al-Maqdisi, Taqiyyuddin al-Wasithi, Muhammad ibn Ismail al-Syaibani, Al-Manja ibn Utsman al-Dimasyqi, Abd-Al-Rahiim ibn Muhammad al-Baghdadi, Zain al-din Ahmad ibn ‘Abd al-Daa im, Ibn Abi Al-Yusr, Al-Kamaal Ibn ‘Abd, Al-Majd ibn ‘Asakir, Al-Jamaal Yahya ibn Al-Shairafi, Ahmad ibn Abi Al-Khair, Al-Qaasim Al-Arbali, Fakhr Al-Diin ibn Al-Khaari, Al-Kamaal ibn Abd Al-Rahiim, Abi Al-Qaasim ibn ‘Allaan, Ahmad ibn Syaibaan, teman-teman Al-Khusyuu’iy dan selain mereka.

Mengkaji musnad Imam Ahmad, kitab-kitab hadits enam yang pokok (al-Bukhari, Muslim, Abu Daud, al-Tirmidzi, al-Nasaa i dan Ibnu Maajah) dan kitab-kitab berjilid lainnya serta Mu’jam Al-Thabraani Al-Kabiir.

Telah hafal al-Qur’an sejak kecil, kemudian memperdalam tafsir, fiqih, ilmu-ilmu bahasa arab hingga menonjol dalam hal itu dan beliau tetap menambah keilmuannya hingga kepadanya bermuara keimaman bahkan sampai pada batas berijtihad dalam hal itu. Pembahasan ini dikumpulkan oleh Al-Ba’liy dengan nama “Al-Ikhtiyaaraat Al-Fiqhiyyah” juga Ibnu Al-Qayyim mengumpulkannya dalam sebuah kitab dengan judul “Ikhtiyaaraat Ibn Taimiyah”.

Disamping luasnya pengetahuan, beliau juga menonjol di segala cabang ilmu. Seperti ilmu-ilmu Al-Qur’an dan Al-Sunnah secara hafalan, pengetahuan, pengambilan hukum dalam berdalil (istinbath). Mengetahui para perawi hadits beserta derajatnya, perkataan ulama dan perbedaannya diantara mereka. Mata hatinya bening dalam menatap sebuah kebenaran yang beliau nukil perkataannya dari para ulama tersebut.

Hal ini diakui baik oleh teman, guru maupun muridnya bahkan oleh lawannya sekalipun.

Berbeda dengan ulama yang lainnya, khususnya mereka yang semasa hidupnya larut dalam ilmu kalam dan filsafat hingga memiliki berbagai tingkatan semasa hidupnya bahkan setiap tingkatan memiliki metode dan cara yang berbeda; Ibnu Taimiyah sepanjang hidupnya tidak pernaha berubah. Beliau tetap diatas satu manhaj, meskipun pernah ruju’ dari beberapa permasalahan karena pertamanya taklid lalu setelah pengetahuannya sempurna merubah pendapatnya.

Allah ـ telah mengumpukan pada diri beliau ilmu dan amal, keberanian dan zuhud, wara’ dan kewibawaan, amat berpegang teguh dengan atsar, kesabaran dan kelembutan serta segala sifat yang baik dari akhlak.
Dalam bidang penulisan buku dan karya ilmiah, beliau telah meninggalkan bagi umat Islam warisan yang besar dan bernilai. Tidak henti-hentinya para ulama dan para peneliti mengambil manfaat dari tulisan beliau. Sampai sekarang ini telah terkumpul berjilid-jilid buku, risalah (buku kecil), fatawa dan berbagai masa’il (pembahasan suatu masalah) dari beliau dan ini yang sudah dicetak. Sedangkan yang tersisa dari karya beliau yang masih belum diketahui atau tersimpan dalam bentuk manuskrip masih banyak sekali.

Beliau tidaklah membiarkan satu bidang ilmu dan pengetahuan yang bermanfaat bagi umat dan mengabdi pada umat, kecuali beliau menulisnya dan berperan serta di dalamnya dengan penuh kesungguhan dan ketelitian. Hal seperti ini jarang sekali ditemui kecuali pada orang-orang yang jenius dan orang yang jenius adalah orang yang sangat langka dalam sejarah.

Teman dekat, guru, murid beliau bahkan musuh beliau, telah mengakui keluasan penelaahan dan ilmu beliau. Buktinya jika beliau berbicara tentang suatu ilmu atau cabang ilmu, maka orang yang mendengar menyangka bahwa beliau tidak mumpuni pada ilmu lain. Hal ini dikarenakan ketelitian dan pendalaman beliau terhadap ilmu tersebut. Jika seseorang meneliti tulisan dan karya beliau dan mengetahui amal beliau berupa jihad dengan menggunakan tangan dan lisan, dan pembelaan terhadap Islam serta mengetahui tentang ibadah dan dzikir beliau, maka sungguh dia akan sangat terkagu-kagum dengan keberkahan waktu dan kuatnya kesabaran beliau. Maha Suci Allah yang telah mengkarunia beliau berbagai karunia tersebut.

Jihad dan Pembelaan Beliau untuk Islam

Banyak orang tidak mengetahui sisi amaliyyah dari kehidupan beliau. Banyak orang hanya mengenal beliau sebagai ulama, penulis, dan ahli fatwa melalui karya beliau yang tersebar. Padahal beliau memiliki sikap-sikap yang diakui dalam berbagai bidang yang lain, yang beliau  ikut berperan serta dalam menolong dan memuliakan kaum muslimin. Di antaranya : beliau berjihad dengan pedang dan menyemangati kaum muslimin untuk berperang, baik dengan perkataan dan perbuatan beliau. Beliau berputar-putar dengan pedangnya di medan pertempuran dengan menunggang kuda dengan sangat lihai dan berani. Orang-orang yang menyaksikan beliau dalam peperangan penaklukkan kota ’Ukaa, terkagum-kagum dengan keberaniannya dan serangannya terhadap musuh.

Adapun jihad beliau dengan pena dan lisan. Maka beliau rahimahullah telah berdiri di depan musuh-musuh Islam dari penganut berbagai agama, aliran, isme yang bathil, dan ahlul bid’ah bagaikan gunung yang kokoh. Kadang dengan perdebatan langsung, terkadang pula melalui tulisan. Beliau menghancurkan syubhat-syubhat (racun pemikiran) mereka dan mengembalikan tipu daya mereka –bilhamdillah-. Beliau menghadapi ahli filsafat, bathiniyyah baik dari golongan sufiyyah, isma’iliyyah, , nashiriyyah, dan selain mereka. Sebagaimana beliau juga menghadapi rofidhoh dan golongan yang sesat (atheis). Beliau hancurkan syubhat-syubhat ahlul bid’ah yang diadakan di sekeliling masyahid (kuburan yang ramai untuk diziarahi), kuburan secara umum, dan semacamnya. Sebagaimana beliau menghadapi jahmiyyah, mu’tazilah, dan beliau membantah ahlul kalam dan asya’iroh.

Orang yang melihat sisi ini dari kehidupan beliau hampir-hampir menegaskan tidak ada lagi yang waktu yang sia-sia yang tersisa dalam kehidupan beliau. Beliau diperangi, diusir, disakiti, dan dipenjara berkali-kali di jalan Allah. Bahkan tatkala menghadapi ajal, beliau berada di penjara Al Qol’ah, di Damaskus.

Tak ada  henti-hentinya –bilhamdillah– bantahan beliau selalu menjadi senjata yang ampuh untuk menghadapi musuh kebenaran dan orang yang menyimpang. Karena bantahan beliau ini selalu disandarkan pada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam serta petunjuk salafush sholih, dengan kuatnya istinbath (penyimpulan hukum), pendalilan yang sangat bagus, alasan (argumen) secara syar’i dan akal, dan luasnya ilmu beliau yang telah Allah karuniai.

Banyak dari paham yang merusak yang laris manis pada hari ini di tengah-tengah kaum muslimin merupakan perpanjangan tangan dari firqoh-firqoh dan isme-isme (pemahaman-pemahaman) yang beliau hadapi dan semisalnya pula dihadapi oleh pendahulu kita yang sholih. Oleh karena itu, semestinya para da’i yang ingin memperbaiki umat jangan sampai lalai dari sisi ini. Seharusnya mereka mengambil faedah dari bantahan-bantahan yang terlebih dahulu dibuat oleh para pendahulu mereka yang sholih.

Tidaklah aku (Syaikh Nashir Al Aql, pen) berlebih-lebihan dengan yang akan aku katakan. Bahwasanya tak henti-hentinya kitab-kitab dan bantahan-bantahan beliau adalah senjata yang paling kuat untuk menghadapi firqoh-firqoh sesat dan isme-isme yang merusak ini, yang laris manis yang mulai muncul lagi pada hari ini. Firqoh dan isme ini merupakan perpanjangan dari masa lalu. Akan tetapi di antara firqoh-firqoh itu ada yang berbaju dengan baju modern dan hanya merubah nama mereka saja. Misalnya Ba’tsiyyah (sebuah aliran sosialis/sekuler, pen), Isytiroqiyyah (sosialisme), nasionalisme, Qodaniyyah (Ahmadiyyah), Baha’iyyah (aliran sesat di India) dan firqoh-firqoh yang lain. Dan ada pula yang masih tetap dengan slogannya yang dulu seperti Syi’ah, Rofidhoh, Nashiriyyah, Isma’iliyyah, Khowarij dan lain-lain.

Sifat-Sifat Beliau

Di samping aspek ilmu, pemahaman agama, dan amar ma’ruf nahi mungkar (memerintahkan yang baik dan melarang dari kemungkaran) yang terkenal dari beliau, sungguh Allah telah mengkaruniai beliau sifat yang terpuji yang sudah dikenali dan diakui oleh banyak orang. Beliau adalah orang yang dermawan dan mulia, selalu mengutamakan orang-orang yang membutuhkan melebihi dari diri beliau sendiri, baik dalam hal makanan, pakaian, dan selainnya. Beliau adalah orang yang sering beribadah dan membaca Al Qur’an. Beliau adalah orang yang wara’ dan zuhud, hampir-hampir beliau tidak memiliki sesuatu pun dari kesenangan dunia, kecuali yang merupakan kebutuhan pokok (primer) dan sifat seperti ini sudah diketahui oleh orang-orang pada zamannya, sampai-sampai orang awam pun mengetahuinya. Beliau juga orang yang tawadhu’ dalam penampilan, pakaian, dan interaksi beliau dengan orang lain. Beliau tidak pernah memakai pakaian yang mewah atau pun  jelek (beliau selalu berpakaian yang tengah-tengah, tidak mewah dan tidak jelek,pen). Beliau tidaklah memaksa-maksakan diri (berbasa-basi) terhadap orang yang beliau temui. 

Beliau terkenal sebagai orang yang karismatik dan keras  dalam membela kebenaran. Beliau memiliki karisma yang luar biasa di depan penguasa, ulama, dan orang awam. Setiap orang yang melihat beliau, akan langsung mencintai, segan, dan menghormati beliau, kecuali ahlil bid’ah yang diliputi rasa dengki.
Sebagaimana beliau terkenal sebagai orang yang sangat sabar di jalan Allah, beliau juga memiliki firasat yang kuat dan memiliki do’a yang mustajab. Beliau juga memiliki karomah lain yang diakui. Semoga Allah merahmati beliau dengan rahmat yang luas dan menempatkannya di surga-Nya.

Masa Beliau

Sungguh beliau –rahimahullah– telah hidup di suatu masa yang terdapat banyak bid’ah dan kesesatan. Banyak isme-isme yang batil berkuasa. Semakin bertambah pula syubhat (racun pemikiran). Dan kebodohan, ta’ashub (fanatik) dan taqlid buta (mengikuti seseorang tanpa dalil) semakin tersebar. Pada saat itu pula, kaum muslimin diperangi oleh pasukan Tartar dan pasukan Salib (dari orang-orang Eropa).

Kita akan mendapati potret masa beliau dengan jelas dan gamblang melalui buku-buku beliau yang ada di hadapan kita. Karena beliau sangat perhatian dengan urusan kaum muslimin. Beliau juga berperan serta menyelesaikan masalah-masalah tersebut dengan pena, lisan dan tangannya. Barang siapa yang memperhatikan tulisan-tulisan beliau, maka akan mendapati gambaran bentuk ini pada masa beliau:

Semakin banyaknya bid’ah dan syirik, lebih-lebih kesyirikan yang terdapat di sekitar masyahid dan kuburan yang diziarahi dan palsu. Juga i’tiqod (keyakinan) yang batil terhadap orang yang hidup dan yang mati. Mereka diyakini dapat memberi manfaat dan dapat memberi kesusahan. Maka mereka diseru/didoai sebagai sesembahan selain Allah.

Tersebarnya filsafat, penyimpangan, dan perdebatan.

Tasawuf dan toriqoh-toriqoh sufiyah yang sesat mengusasai orang-orang awam. Tersebar pula di sana isme-isme dan pemikiran bathiniyyah.
Rofidhoh semakin berperan dalam urusan kaum muslimin. Mereka menyebarkan bid’ah dan kesyirikan di tengah-tengah kaum muslimin. Mereka mengendorkan semangat umat untuk berjihad. Bahkan mereka membantu pasukan Tartar yang merupakan musuh kaum muslimin.

Pada akhirnya, kita lihat semakin kuatnya Ahlus Sunnah wal Jama’ah dengan sebab beliau. Beliau memotivasi dan memberikan semangat kepada Ahlus Sunnah. Hal ini memiliki pengaruh yang bagus bagi kaum muslimin hingga saat ini dalam menghadapi bid’ah dan kemungkaran, amar ma’ruf nahi munkar, menasehati pemimpin kaum muslimin, dan kaum muslimin secara umum.

Syaikhul Islam di zamannya tegar dalam menghadapi penyimpangan-penyimpangan ini dengan sikap yang telah diakui. Beliau memerintahkan, melarang, menasehati, menjelaskan sehingga Allah memperbaiki banyak keadaan kaum muslimin dengan tangan beliau. Allah telah menolong sunnah dan ahlus sunnah melalui beliau, –walhamdulillah-.

PERTUMBUHAN DAN GHIRAHNYA KEPADA ILMU

Semenjak kecil sudah nampak tanda-tanda kecerdasan pada diri beliau. Begitu tiba di Damsyik beliau segera menghafalkan Al-Qur`an dan mencari berbagai cabang ilmu pada para ulama, huffazh dan ahli-ahli hadits negeri itu. Kecerdasan serta kekuatan otaknya membuat para tokoh ulama tersebut tercengang.

Ketika umur beliau belum mencapai belasan tahun, beliau sudah menguasai ilmu Ushuluddin dan sudah mengalami bidang-bidang tafsir, hadits dan bahasa Arab. Pada unsur-unsur itu, beliau telah mengkaji musnad Imam Ahmad sampai beberapa kali, kemudian kitabu-Sittah dan Mu`jam At-Thabarani Al-Kabir.

Suatu kali, ketika beliau masih kanak-kanak pernah ada seorang ulama besar dari Halab (suatu kota lain di Syria sekarang, pen.) yang sengaja datang ke Damasyiq, khusus untuk melihat si bocah bernama Ibnu Taimiyah yang kecerdasannya menjadi buah bibir. Setelah bertemu, ia memberikan tes dengan cara menyampaikan belasan matan hadits sekaligus. Ternyata Ibnu Taimiyah mampu menghafalkannya secara cepat dan tepat. Begitu pula ketika disampaikan kepadanya beberapa sanad, beliaupun dengan tepat pula mampu mengucapkan ulang dan menghafalnya. Hingga ulama tersebut berkata: Jika anak ini hidup, niscaya ia kelak mempunyai kedudukan besar, sebab belum pernah ada seorang bocah seperti dia.

Sejak kecil beliau hidup dan dibesarkan di tengah-tengah para ulama, mempunyai kesempatan untuk mereguk sepuas-puasnya taman bacaan berupa kitab-kitab yang bermanfaat. Beliau infakkan seluruh waktunya untuk belajar dan belajar, menggali ilmu terutama kitabullah dan sunah Rasul-Nya shallallahu`alaihi wa sallam.

Lebih dari semua itu, beliau adalah orang yang keras pendiriannya dan teguh berpijak pada garis-garis yang telah ditentukan Allah, mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Beliau pernah berkata: Jika dibenakku sedang berfikir suatu masalah, sedangkan hal itu merupakan masalah yang muskil bagiku, maka aku akan beristighfar seribu kali atau lebih atau kurang. Sampai dadaku menjadi lapang dan masalah itu terpecahkan. Hal itu aku lakukan baik di pasar, di masjid atau di madrasah. Semuanya tidak menghalangiku untuk berdzikir dan beristighfar hingga terpenuhi cita-citaku.

Begitulah seterusnya Ibnu Taimiyah, selalu sungguh-sungguh dan tiada putus-putusnya mencari ilmu, sekalipun beliau sudah menjadi tokoh fuqaha` dan ilmu serta dinnya telah mencapai tataran tertinggi.

PUJIAN ULAMA

Al-Allamah As-Syaikh Al-Karamy Al-Hambali dalam Kitabnya Al-Kawakib AD-Darary yang disusun kasus mengenai manaqib (pujian terhadap jasa-jasa) Ibnu Taimiyah, berkata: Banyak sekali imam-imam Islam yang memberikan pujian kepada (Ibnu Taimiyah) ini. Diantaranya: Al-Hafizh Al-Mizzy, Ibnu Daqiq Al-Ied, Abu Hayyan An-Nahwy, Al-Hafizh Ibnu Sayyid An-Nas, Al-Hafizh Az-Zamlakany, Al-Hafidh Adz-Dzahabi dan para imam ulama lain.

Al-Hafizh Al-Mizzy mengatakan: Aku belum pernah melihat orang seperti Ibnu Taimiyah.. dan belum pernah kulihat ada orang yang lebih berilmu terhadap kitabullah dan sunnah Rasulullah shallahu`alaihi wa sallam serta lebih ittiba` dibandingkan beliau.

Al-Qadhi Abu Al-Fath bin Daqiq Al-Ied mengatakan: Setelah aku berkumpul dengannya, kulihat beliau adalah seseorang yang semua ilmu ada di depan matanya, kapan saja beliau menginginkannya, beliau tinggal mengambilnya, terserah beliau. Dan aku pernah berkata kepadanya: Aku tidak pernah menyangka akan tercipta manasia seperti anda.

Al-Qadli Ibnu Al-Hariry mengatakan: Kalau Ibnu Taimiyah bukah Syaikhul Islam, lalu siapa dia ini ?

Syaikh Ahli nahwu, Abu Hayyan An-Nahwi, setelah beliau berkumpul dengan Ibnu Taimiyah berkata: Belum pernah sepasang mataku melihat orang seperti dia ….. Kemudian melalui bait-bait syairnya, beliau banyak memberikan pujian kepadanya.

Penguasaan Ibnu Taimiyah dalam beberapa ilmu sangat sempurna, yakni dalam tafsir, aqidah, hadits, fiqh, bahasa arab dan berbagai cabang ilmu pengetahuan Islam lainnya, hingga beliau melampaui kemampuan para ulama zamannya. Al-`Allamah Kamaluddin bin Az-Zamlakany (wafat th. 727 H) pernah berkata: Apakah ia ditanya tentang suatu bidang ilmu, maka siapa pun yang mendengar atau melihat (jawabannya) akan menyangka bahwa dia seolah-olah hanya membidangi ilmu itu, orang pun akan yakin bahwa tidak ada seorangpun yang bisa menandinginya. Para Fuqaha dari berbagai kalangan, jika duduk bersamanya pasti mereka akan mengambil pelajaran bermanfaat bagi kelengkapan madzhab-madzhab mereka yang sebelumnya belum pernah diketahui. Belum pernah terjadi, ia bisa dipatahkan hujahnya. Beliau tidak pernah berkata tentang suatu cabang ilmu, baik ilmu syariat atau ilmu lain, melainkan dari masing-masing ahli ilmu itu pasti terhenyak. Beliau mempunyai goresan tinta indah, ungkapan-ungkapan, susunan, pembagian kata dan penjelasannya sangat bagus dalam penyusunan buku-buku.

Imam Adz-Dzahabi rahimahullah (wafat th. 748 H) juga berkata: Dia adalah lambang kecerdasan dan kecepatan memahami, paling hebat pemahamannya terhadap Al-Kitab was-Sunnah serta perbedaan pendapat, dan lautan dalil naqli. Pada zamannya, beliau adalah satu-satunya baik dalam hal ilmu, zuhud, keberanian, kemurahan, amar ma`ruf, nahi mungkar, dan banyaknya buku-buku yang disusun dan amat menguasai hadits dan fiqh.

Pada umurnya yang ke tujuh belas beliau sudah siap mengajar dan berfatwa, amat menonjol dalam bidang tafsir, ilmu ushul dan semua ilmu-ilmu lain, baik pokok-pokoknya maupun cabang-cabangnya, detailnya dan ketelitiannya. Pada sisi lain Adz-Dzahabi mengatakan: Dia mempunyai pengetahuan yang sempurna mengenai rijal (mata rantai sanad), Al-Jarhu wat Ta`dil, Thabaqah-Thabaqah sanad, pengetahuan ilmu-ilmu hadits antara shahih dan dhaif, hafal matan-matan hadits yang menyendiri padanya .. Maka tidak seorangpun pada waktu itu yang bisa menyamai atau mendekati tingkatannya .. Adz-Dzahabi berkata lagi, bahwa: Setiap hadits yang tidak diketahui oleh Ibnu Taimiyah, maka itu bukanlah hadist.

Guru-guru beliau

Dalam perjalanan beliau menuntut ilmu, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah telah berjumpa dan hadir dimajlis ulama-ulama besar di Damaskus. Guru-guru beliau mencapai hampir dua ratus ulama dan imam dimasa itu, diantara mereka;


1. Zainuddin Ahmad bin Abdu Ad-da`im Al-Maqdisi
2. Al-Majd Muhammad bin Ismail bin Utsman bin Muzhaffar bin Hibatullah Ibnu ‘Asakir Ad-Dimasyqi
3. Abdurrahman bin Sulaiman bin Sa’id bin Sulaiman Al-Baghdadi
4. Muhammad bin Ali Ash-Shabuni
5. Taqiyuddin Ismail bin Ibrahi bin Abi al-Yusr
6. Kamaluddin bin Abdul Azis bin Abdul Mun’im bin Al-Khidhr bin Syibl
7. Saifuddin Yahya bin Abdurrahman bin Najm bin Abdul Wahhab Al-Hanbali
8. Al-Mu`ammil bin Muhammad Al-baalisi Ad-Dimasyqi
9. Yahya bin Abi Manshur Ash-Shairafi
10. Ahmad bin Abu Al-Khair Salamah bin Ibrahim Ad-Dimasyqi Al-Hanbali
11. Abu Bakar bn Umar bin Yunus Al-Mizzi Al-Hanafi
12. Abdurrahim bin Abdul Malik bin Yusuf bin Qudamah Al-Maqdisi
13. Al-Muslim bin Muhammad bin Al-Muslim bin Muslim bin Al-Khalaf Al-Qiisi
14. Al-Qasim bin Abu Bakar bin Al-Qasim bin Ghunaimah Al-Irbili
15. Ibrahim bin Ismail bin Ibrahim Ad-Darji Al-Qurasyi Al-Hanafi
16. Al-Miqdad bin Abu Al-Qasim Hibatullah Al-Qiisi.
17. Abdul Halim bin Abdus Salam bin Taimiyah, ayahanda beliau
18. Muhammad bin Abu Bakar Al-‘Amiri Ad-Dimasyqi
19. Ismail bin Abu Abdillah Al-‘Asqalaani
20. Taqiyuddin Ismail bin Ibrahim bin Abu Al-Yusr At-Tannukhi
21. Syamsuddin Abdullah bin Muhammad bin Atha` Al-Hanafi
22. Syarfuddin Muhammad bin Abdul Mun’im Al-Qawwas
23. Muhammad bin Amir bin Abu Bakar Ash-Shalihi
24. Ahmad bin Syaiban bin Haidarah Asy-Syaibani Ash-Shalihi Al-‘Aththar
25. Jamaluddin Ahmad bin Abu Bakar Al-Hamawi
26. Yusuf bin Ya’qub Al-Mujaawir
27. Ummu Al-‘Arab Fathimah bintu Abil Qasim Ali bin Asakir
28. Ummu Al-Khair bintu Al-‘Arab bintu Hayyi bin Qaayamuz Ad-Dimasyqiyah Al-Kindiyah
29. Zainab binti Makki bin Ali bin Kamil Al-Harrani
30. Zainab binti Ahmad bin Umar bin Kamil Al-Maqdisiyah

Murid-murid beliau

Kepribadian dan watak keilmuan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, yang dimasa itu tiada seorangpun yang sebanding dengan beliau, telah menarik banyak para alim serta imam besar dizaman itu, dalam ragam disiplin keilmuan mereka untuk menyimak majlis Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Diantara banyak murid-murid beliau yang mengagumi dan mencintai beliau, telah hadir pula dimajlis beliau ulama, qadhi, serta wa’izh –penasihat/penceramah- yang masyhur yang merupakan ulama yang sezaman dengan beliau. 


Diantara murid-murid kenamaan beliau,


1. Al-Imam Ar-Rabbani Al-‘Allamah Al-Hafizh Muhammad bin Abi Bakar Ibnul Qayyim Al-Jauziyah, murid terdekat syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
2. Al-Imam Syamsuddin Adz-Dzahabi, muarrikh Islam, seorang hadizh hadits, penulsi kitab Siyar A’laam An-Nubala, Tarikh Islam, Tadzkirah Al-Huffazh dan lain sebagainya.
3. Al-Hafizh Al-Kabiir Al-Mufassir ‘Imaduddin Abul Fida` Ismail bin Umar bin Katsir Al-Qurasyi Ad-Dimasyqi, penulis kitab Al-Bidayah wan-Nihaya dan Tafsir serta kitab-kitab lainnya. Beliau telah mengalami siksa dalam pembelaan beliau terhadao Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
4. Al-Hafizh Muhammad bin Ahmad bin Abdil Hadi, penulis Al-‘Uqqud Ad-Durriyah min Manaaqib Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
5. Imam Al-Huffazh Abul Hajaj Jamaluddin Al-Mizzi, Syaikh Al-Jami’ah Al-‘Uraiqah Daar Al-Hadist Al-Asyrafiyah, penulis kitab rujukan dalam ilmu ar-Rijal (biografi perawi hadits),  yaki Tahdzib Al-Kamaal.
6. ‘Imaduddin Ahmad bin Ibrahim Al-Hizaam
7. Al-Faqih Syarfuddin Muhammad bin Muhammad bin An-Nujaih Al-Harrani
8. Asy-Syaikh Syarfuddin Muhammad bin Al-Munjaa At-Tannukhi Al-Hanbali.
9. Al-Muhaddits Asy-Syaikh ‘Afifuddin Ishaq bin Yahyah Al-Aamidi Al-Hanafi, syaikh Daar Al-Hadist Azh-Zhahiriyah.
10. Asy-Syaikh Abdullah bin Musa Al-Jazari, salah seorang yang mulazamah lama kepada beliau.
11. Al-Hafizh Alamuddin Al-Barzali, muarrikh Syam, beliau inilah yang menyebabkan Adz-Dzahabi mencintai ilmu hadits.
12. Alim Baghdad Shafiuddin Abdul Mukmin bin Abdul Haq Al-Hanbali
13. Asy-Syaikh Abdullah bin Rasyiiq Al-Maghribi, penyalin karya-karya ilmiyah Syaikhul Islam
14. Al-Hafizh Abu Hafsh Umar bin Ali Al-Bazzar Al-Baghdadi, penulis kitab Al-A’laam Al-’Aliyah fii Manaaqib Syaikhil Islam Ibnu Taimiyah.
15. Asy-Syaikh Jamaluddin Abdullah bin Ya’qub bin Sayyidihim Al-Iskandari,yang masyhur dengan nama Ibnu Ardabiin, salah seorang yang paling banyak menyalin fatwa-fatwa dan karya ilmiyah Syaikhul Islam.
16.  Al-Hafizh Al-Qadhi Syamsuddin Muhammad bin Muflih Al-Hanbali, faqih mazhab Hanabilah.
17. Al-Mufti Zainuddin Ubadah bin Abdul Ghani Al-Maqdisi Ad-Dimasyqi
18. Al-Faqih Zainuddin Abdurrahman bin Mahmud Al-Ba’lii
19. Asy-Syaikh Al-Wa’izh ali bin Ahmad bin Al-Muharifii Al-Hilali
20. Dan banyak lagi murid-murid beliau yang telah mengambil faedah dan menjadi ulama besar sepeningal beliau rahimahullah.



Beberapa perkataan dan kepribadian Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah

Keagungan pribadi Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah sebagai seorang Mujahid dengan lisan dan tulisan.

“Ulama adalah pewaris para Nabi”, demikian dalam sebuah hadits yang shahih, dan syaikhul Islam Ibnu Taimiyah seorang Alim Rabbani telah menunjukkan hal tersebut. Beliau telah merealisasikan ilmu daalam amal dan dakwah serta kesabaran beliau dalam setiap gangguan dan siksa serta makar dan tipu daya, patut dijadikan teladan dan contoh setelah para Nabi serta sahabat radhiallahu ‘anhum.

Beliau telah menegakkan amar makruf nahi munkar, jihad dengan lisan dan tulisan, tashfiyah dan tarbiyah di shaf-shaf kaum muslimin, jihad melawan munafiqin, para pengikut hawan nafsu danjuga ahli bid’ah serta jihad melawan kekufuran dan kesyirikan.  

Ibnu Katsir mengisahkan, “Bahwa terkadang beliau bersama murid-murid dan sahabat beliau keluar mendatangi para pelaku kemungkaran mendatangi para pencandu lubuk keburukan yakni khamar, mereka menghancurkan botol-botol danbejana khamar, mereka menghalau beberapa diantara mereka hingga kaum muslimin bergembira dengan amal mereka itu.” 

Sementara terhadap pelaku bid’ah, para penyeru kepada penyelisihan terhadap As-Sunnah, dari kelompok-kelompok Sufi, pengikut thariqat-thariqat Bathinyah, sekte Rafidhah, sekte-sekte ahli kalam dan filsafat, … kitab-kitab beliau adalah saksi yang terus mengungkap perjuangan dan jihad beliau menghadapi mereka.
Dengan argumentasi dalil yang memukau, hujjah yang tertib dan kokoh tak tergoyahkan,  nalar dan pandangan beliau yang luas kedepan, … disertai keinginan beliau untuk menasihati mereka serta menjadi kemurnian agama Islam serta kaum muslimin. Menjadikan mereka, para ahlul bid’ah dan kemunkaran ini ketakutan dan bersembunyi dibalik penguasa masa itu, menjalankan makar dan tipu daya mereka secara sembunyi-sembunyi, fitnah dan tuduhan keji dilontarkan kepada pribadi agung Ahmad bin Abdil Halim Ibnu Taimiyah. Hingga makar dan tipu daya mereka berubah menjadi kezhaliman yang nyata kepada pribadi Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, yang mana beliau kemudian di penjarakan oleh penguasa di masa itu. 

Namun bukan berarti jihad dan nasihat beliau berhenti, Ibnu Abdil Hadi, salah seorang murid beliau mengisahkan, “Dan ketika beliau dimasukkan kedalam penjara, beliau menjumpai para tahanan yang menyibukkan diri dengan ragam permainan yang melalaikan jiwa, mereka terbuai dengan permainan mereka tersebut, seperti permainan catur dan dadu dan permainan lainnya yang melalaikan seseorang dari ibadah shalat. Kemudian beliau mengingkari mereka dengan pengingkaran yang sangat tegas, dan memerintahkan mereka untuk bersungguh-sungguh mengerjakan shalat, menghadapkan diri kehadapan Allah dengan amal-amal shalih, tasbih, istigfar, berdoa, dan beliau juga mengajarkan mereka perkara as-sunnah yang mereka butuhkan dan mendorong mereka untuk melakukan amal-amal kebaikan dan menganjurkan mereka perbuatan semacam itu. 

Hingga penjara tersebut, yang dipenuhi dengan kesibukan pada ilmu syara’ dan mempelajari agama Islam lebih baik dari pada sudut-sudut masjid, tempat-tempat peribadatan, tempat-tempat penempaan dan madrasah-madrasah  tempat pembelajaran Islam. Bahkan sebagian besar tahanan, jika mereka telah mendapatkan kebebasan mereka, mereka lebih memilih untuk menetap bersama dengan sang Guru Ibnu Taimiyah, serta sangat banyak yang keluar masuk menjenguk beliau, hingga penjara tersebut penuh sesak dengan mereka …”

Syaikhul Islam seorang Mujahid Islam dihadapan kaum Kafir dan Zindiq

Demikian pula dengan sikap beliau dihadapan kaum zindiq dari sekte Rafidhah dan sekte Nushairiyah serta sejumlah sekte-sekte Bathiniyah. Ibnu Katsir rahimahullah menyebutkan, bahwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah telah mendatangi kampung kediaman mereka bersama dengan sahabat beliau, dan meminta agar mereka segera bertaubat dan mengharuskan mereka untuk kembali kepada syariat Islam.

Dan ketika mereka mengingkari perjanjian yang harus mereka jalani, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah keluar bersama dengan pasukan kaum muslimin di bawah pimpinan wakil sultan untuk memerangi dan membasmi mereka, hingga Allah menurunkan pertolongan-Nya kepada kaum muslimin. Dimana Syaikhul Islam sendiri telah turut berperang saat itu. 

Demikian pula, diantara contoh kepahlawanan beliau rahimahullah, adalah disaat pembebasan wilayah Akkah dari tangan kaum Salibis. Saat itu usia Syaikhul Islam belumlah mencapai usia tiga puluh tahun. Beliau telah menjadi bahan pembicaraan diantara pasukan kaum muslimin, dijadikan sebagai contoh keberanian dan keteguhan hati di medan perang, hingga seseorang akan menjadi letih dan terbuai dengan sifat-sifat seorang mujahid pada diri Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. 

Dan juga berkata amal beliau, keikut sertaan beliau dalam musyawarah dan pandangan jeli beliau, kota Akkah berhasil direbut oleh kaum muslimin.
Sedangkan kisah beliau menghadapi kaum Tartar, kisah yang masyhur telah dicatat dengan tinta emas oleh sejarah Islam. Dipenghujung abad ke tujuh hijriyah diawal abad ke delapan hijriyah, kaum Tartar telah melakukan beberapa invasi ke sejumlah wilayah di Syam, dibawah pimpinan mereka Qazhan Khan. Mereka merampas harta benda, menahan kaum wanita, merusak ketenangan kaum muslimin, sementara mereka sendiri mendakwahkan diri mereka sebagai kaum muslimin. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dengan beberapa ulama dan tokoh terkemuka lantas menjumpai Qazhan Khan di pintu masuk kota Syam.  
  
Lantas beliau berbicara dengan lantangnya dihadapan pemimpin Tartar tersebut dengan suara yang keras dan jelas, menegur dan memperingatinya, diantara yang beliau katakan, “Wahai anda yang menyangka sebagai seorang muslim, yang datang diserta qadhi, imam dan syaikh –sebagaimana yang sampai kepada kami-, anda datang memerangi kami, sementara ayah dan kakekmu yang keduanya dalam kekafiran, tidaklah melakukan apa yang engkau lakukan. Mereka berdua berjanji dan menepati janjinya, namun engkau menjanjikan sesuatu lalu engkau mengingkarina, engkau berkata, namun engkau  sama sekali tidak menepatinya dan melanggarnya …” 

Hal inilah yang menjadikan Qazhan Khan tertarik dengan pribadi beliau serta keteguhan sikap dan hati beliau, dan menawarkan beliau kedudukan di Harran, namun Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menolaknya. Demikianlah beliau keluar menjumpau pemimpin Tartar dengan penuh kemuliaan dan keagungan dan Allah menjaga darah kaum muslimin berkat beliau. 

Akan tetapi kaum Tartar tetap saja berdiam di pintu Damaskus, dimana penjaga pintu Damaskus telah menyerahkanya kepada mereka. Selama seratur hari Qazhan Khan menyeru dalam khutbahnya kepada para prajuritnya. Orang-orang yang dalam hatinya terdapat penyakit yang berdiam didalam kota Damaskus, menyebar fitnah dan keragu-raguan ditengah-tengah kaum muslimin, hingga kaum muslimin berada dala ketakutan, mata dan hati mereka gelisa layaknya menanti kematian, prasangka mereba menutupi hati-hati mereka, kaum muslimin benar-benar dalam kebimbangan dan ketakutan yang amat sangat, hingga banyak yang meninggalkan kota Damaskus. 

Adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah sama sekali tidak meninggalkan Damaskus. Beliau di masjid Jami’ Damaskus, duduk di majlis beliau membangkitkan semangat kaum muslimin, melarang mereka untuk melarikan diri dan meninggalkan kota Damaskus, mendorong mereka untuk bersiap dengan jihad fi sabilillah dengan harta dan jiwa mereka. Beliau dimajlis-majlis beliau mneyeru wajibnya memerangi kaum Tartar, setiap pelajaran bahkan khutbah beliau, beliau menyadarkan umat Islam dari keterpedayaan mereka akan dunia menuntun mereka menuju kampung akhirat yang kekal dengan jihad fii sabilillah. Dan mengingatkan kepada umat Islam bahwa perhentian terakhir adalah akhirat. 

Tidak itu siang, malampun beliau berkeliling menyemangati kaum muslimin untuk bersiap berjihad dan memerangi kaum Tartar. Agar mereka juga bersabar dan mengingatkan akan keutamaan sebagai syahid disisi Allah. 
Lalu beliau juga, bersafar menuju Mesir, mengingatkan para pemimpin kaum muslimin, menegur sang Sultan, agar melihat ke Syam, membela kaum muslimin dan melindung kaum muslimah. Diantara ucapan beliau kepada para pemimpin kaum muslimin di Mesir, “Sesungguhnya jika kalian berpaling dari Syam, niscaya akan kami dirikan sebuah kesultanan di Syam, yang akan menjaga dan melindungin dan mendatangkan zaman yang tentaram… Sekiranya kalian bukanlah penguasa Syam dan bukan pula Raja yang mengayominya, lalu penduduk Syam meminta pertolongan kepada kalian, wajib bagi kalian untuk menolong mereka. Bagaimana lagi, jika kalian adalah pemimpin dan sultan penguasa Syam, dan mereka adalah rakyat kalian dan kalian penanggung jawab mereka ?” 

Pesona dan keagungan ucapan dan pribadi Syaikhul Islam yang mengagumkan tersebut, melahirkan jihad yang amat besar untuk meghadapi kaum Tartar. Pada awal bulan Ramadhan, tahun 702 hijriyah, kedua pasukan tersebut telah berhadap-hadapan di tempat bernama Syaqhab. Pasukan kaum muslimin dengan jumlah yang jauh lebih sedikit telah dinanti dengan kehebatan dan pengalaman serta jumlah yang sangat besar pasukan Tartar. Kiranya saat itu, tiada pertolongan bagi kaum muslimin bagi mereka kecuali dari Allah Ta'ala. Dan inilah yang diyakini oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, bukankah Allah telah memberikan pertolongan kepada Musa ‘alahis salam, kepada Daud ‘alaihis salam dan betapa banyak pasukan yang sedikit dapat mengalahkan pasukan yang jumlahnya berlipat-lipat ? 
Tawakkal dan keyakinan yang sangat tinggi ditunjukkan oleh Syaikhul Islam saat itu, keyakinan bahwa Allah akan menurunkan pertolongan-Nya kepada kaum muslimin. Beliau dengan penuh kemuliaan dan wibawa berjalan mengelilingi pasukan kaum  muslimin, bersumpah atas nama pencipta beliau, menegaskan berkali-kali dengan sumpah atas nama Allah bahwa pertolongan akan bersama dengan kaum muslimin …disaat syaithan menanamkan keraguan pada sebagian mereka …Hingga, seorang pemimpin pasukan, mengatakan kepada Syaikhul Islam, menyela perkataan dan sumpah beliau, “Wahai Ibnu Taimiyah, ucapkanlah insya Allah !!” 
Maka beliau berbalik dan berkata dengan penuh keyakinan, “Insya Allah … tahqiqan –sebagai suatu yang pasti- bukanlah penggantungan harapan semata.”
  
Beliau juga memfatwakan wajibnya berbuka puasa bagi seluruh kaum muslimin. Dalam peperangan itu, Syaikhul Islam menunjukkan kepiawaian beliau sebagai seorang petarung yang sulit beroleh tandingan, dengan keteguhan hati dan tawakkal, serta hasrat kuat mendapatkan kemuliaan syahadah disisi Rabb beliau, teladan yang mengagumkan telah ditunjukkan oleh beliau, Syaikhul Islam Mujahid Mujaddid Ibnu Taimiyah. 
Dan benarlah perkataan beliau, kemenangan berhasil diraih dengan gemilang oleh kaum muslimin, kaum Tartar terpukul mundur dan tidak lagi mendatangi negeri Syam setelah itu. Murid-murid dan sahabat beliau menyambut kedatangan Syaikhul Islam dengan gembira, disaat beliau memasuk Damaskus, demikian pula penduduk Damaskus menyambut kemenangan dengan kegembiraan dan kekaguman mereka pada sosok Ibnu Taimiyah rahimahullah.

KARAKTERISTIK TASAWUF IBN TAIMIYAH
Ajaran ibn taimiyah adalah mengemabalikan pangkalan tempat bertolak fikiran dan pandangan hidup muslimin kepada tauhid yang bersih.[5] Ketika datang seruan untuk berjihad pada jalan Allah di medan perang, ibn taimiyah tidak hanya berdiam diri dan “tenggelam” dalam khalwatnya, dialah orang yang terlebih dahulu mengambil tombak dan pedangnya, juga mengajak orang-orang untuk turut membela dan mempertahankan agama. Ibn taimiyah turut mempertahankan negerinya dari serangan musuh.
Metode salafiah Ibn Taimiyah:

1.    Tidak percaya sepenuhnya pada akal
Akal tidak bisa memahami hakekat-hakekat agama sendiri. Baginya tidak ada pertentangna antara nash yang benar dengan aka yang benar, bahkan akal yang harusmengikuti nash. Selalu berpegang pada al-qur’an dan sa-sunnah. Ilmu agama dan hidayah tidak dapat didapatkan kecuali dengan wahyu, sebab yang enurunkannya adalah Tuhan Yang Maha mengetahui yang ghaib.

2.  Tidak mengikuti seseorang karena nama-nama ketenaran dan kedudukannya
Ibn taimiyah selalu mengembalikan perkataan kepada dasarnya dan mengikuti dalil al-qur’an, sunnah dan perkataan para ulama’ shalaf (sahabat)

3.    Dasar syari’at adalah al-qur’an, dan selalu berpegang padanya

4.    Tidak fanatik dalam pemikiran dan menghindari sikap berlebihan dan kejumudan
Ibn taimiyah berpendapat bahwa setiap perkataan seseorang boleh diterima, boleh pula ditolak, kecuali ucapan Rasul.[6]Ibn taimiyah mengakui adanya Wali-Allah. Tetapi beliau tidak dapat menerima jika makhluk Allah yang lain menyandarkan pengharanan kepada orang yang dikatakan Wali-Allah itu. 

Dia berpegang kepada hadits:
اِذَااسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللهِ
“Apabila engkau hendak memohon pertolongan, langsunglah minta tolong kepada Allah”

Sebab itu beliau mencela keras orang yang me-“rabitahkan”-kan gurunya atau mengambil wasilah gurunya untuk menyampaikan permhonan.

Sebagi seorang penganut Madzhab Hambali didalam garis kaum sunni, beliau berusaha menegakkan faham salaf. Yaitu kembali kepada kemurnian ajaran Nabi Muhammad SAW dengan tidak dipengaruhi oleh Ta’wil. Ayat-ayat yang disebut “mutasyabih” hendaklah diterima dengan “bila-kaifa”. Menurut ibn taimiyah kita tidak disuruh untuk memikirkan itu, sebab suatu penafsira dalam suatu zaman dapat berubah pada zaman yang lain. Dan pendapat yang terpengaruh pada suatu tempat, juga dapat berubah ditempat yang lain.
Dari uraian diatas, dapat dipahami beberapa karakteristik tasawuf Ibn Taimiyah adalah sebagai berikut:

1.      Purinatis, yaitu merupakan pemurnian dan upaya pengembalian tasawuf ke pangkalnya yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah sekaligus menghilangkan unsur-unsur asing dan menggantikannya dengan muatan-muatan islam otodoks (madzhab salaf).

2.    Aktifis,karena didalamnya diberi muatan-muatan makna dinamis dan aktivis seperti tercermin pada konsep A’mal al-qulub maupun menanamkan sikap positif terhadap dunia.

3.    Populis, karena memandang tasawuf sebagai perpanjangan dari agama yang menjadi kewajiban dari setiap muslim.

Dari pemaparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Ibn Taimiyah merupakan salah satu tokoh sufi yang sangat berpengaruh dan diperhitungkan.Meskipun tidak jarang kritikan-kritikannya mengundang banyak kontrofersi dan beda pendapat bagi sebagian ulama lainnya. Beliau merupakan seorang tokoh penganut madzhab Hambali didalam garis kaum sunni yang selalu berusaha menegakkan faham salafi.
Ibn Taimiyah merupakan seorang ulama yang tidak hanya mementingkan akhirat maupun dunia saja, melainkan seimbang antara keduanya. Disamping beliau taat beribadah, beliau juga tidak segan-segan untuk mengangkat senjata ketika ada musuh yang berusaha untuk merebut negaranya.
Ibn Taimiyah adalah sosok seseorang yang pantang  menyerah dan selalu ingin tahu. Ini terbukti pada gairahnya dalam menuntut ilmu, beliau tidak pernah puas dengan ilmu yang sudah didapatnya, melainkan selalu mencari dan mencari lagi.


Cobaan, fitnah serta makar terhadap Beliau rahimahullah

Sebagaimana sosok ulama Rabbaniyyiin, diamna Allah Ta'ala akan memberi ujian kepada mereka, untuk menjadi saksi akan keimanan dan keikhlasan mereka di dalam menegakkan agama Allah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah satu diantara mereka. Ujian berupa fitnah, makar, tipu daya dari orang-orang yang hasad, yang haus akan kekuasaan dan kedudukan, merasa iri akan kesungguhan beliau dalam menegakkan amar makruf nahi mungkar, karena banyaknya pengikut dan sahabat yang cinta kepada beliau, serta keteguhan beliau diatas kebenaran, tidak sangsi dalam menolak kebatilan dan bid’ah, terlebih ajakan beliau untuk berlepas dari taklid, fanatisme golongan dan mazhab serta pemurnian ajaran Islam yang beliau serukan dari hari ke hari pada tiap-tiap majlis beliau.

Terbilang tujuh kali beliau mengalami cobaan dan fitnah dari mereka yang hasad terhadap dakwah dan pribadi beliau sejak tahun 798 hijriyah hingga fitnah terakhir yang ditimpakan kepada beliau di tahun 726 Hijriyah. 
Tahun 798 hijriyah, beliau mendapatkan ujian dari kitab (Fatawa Al-Hamawiyah) yang beliau tulis, namun tidak berapa lama, kebenaran terungkap dari tulisan beliau itu sendiri. 

Tahun 705 hijriyah, sejumlah masalah-masalah aqidah yang beliau susun dalam Aqidah Al-Wasithiyah, selang dengan perdebatan beliau dengan beberapa ulama, hingga beliau dipenjarakan untuk kali kedua. Namun kemudian beliau dengan penuh kemuliaan di lepaskan dan kitab tersebut beroleh pengakuan di masa itu.

Dan juga ketika beliau menuju Mesir pada tahun yang sama, dimana para ulama Mesir melakukan makar hingga beliau dipenjarakan kurang lebih setahun setengah. Hingga beliau dilepaskan oleh Ibnu Muhanna Amiir Al-‘Arab setelah mendapat izin dari Waliyul Amri. 

Tahun 707, tipu daya kaum Sufiyah serta permusuhan mereka yang sangat jelas, dan fitnah dan pengaduan mereka kepada penguasa bahwa Syaikhul Islam telah mencemarkan dan mencaci syaikh-syaikh mereka. Beliau lalu dipenjarakan hingga ke Iskandaria, dan dua tahun kemudian beliau dibebaskan oleh Sulthan Nashir, dan berkeinginan untuk memberi balasan yang setimpal kepada musuh-musuh beliau. Kan tetapi Syaikhul Islam menasihati sulthan untuk berbuat baik kepada ulama, menghargai mereka dan tidak memperlakukan mereka dengan buruk dan memaafkan mereka.
Demikian pula sejumlah orang-orang yang bertabiat kasar dan penuh pemrusuhan terhadap Syaikhul Islam, hingga memperlakukan beliau dengan buruk hingga menyakiti diri beliau. Namun beliau tetap bersabar menghadapi hal tersebut. 

Fitnah yang disebar oleh kaum fanatik mazhab, berkaitan dengan fatwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah seputar masalah talak. Tahun 718 hijriyah. Hingga beliau di penjarakan di Qal’ah untuk pertama kalinya selama enam bulan. 

Dan cobaan beliau yang terakhir, yakni berkaitan dengan fatwa beliau tentang larangan bepergian secara khusus meniatkan safar ke kubur Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Tahun 726 hijriyah, dibulan Sya’ban tepatnya pada tanggal 16 bulan tersebut, beliau dimasukkan kedalam penjara Qal’ah Damaskus. Dan dipenjara kota inilah beliau wafat. Kota dan penjara yang dahulu beliau pertahankan dan beliau bela dengan semangat beliau, harta, darah bahkan telah menyiapkan jiwa beliau dalam kancah jihad fii sabilillah dengan gagah berani dan kepahlawanan beliau yang mengagumkan menghadapi kaum Tartar, kini menjadi tempat beliau menghembuskan nafas terakhirnya. Di dalam penjara yang sempit dan lembab tersebut, di mana menjadi saksi bisu kezhaliman musuh-musuh As-Sunnah  terhadap Syaikhul Islam, masa tahanan beliau jalani dengan kesabaran, kegembiraan dan kelapangan hati, keridhaan dan hati yang tentram, bersama murid terkasih beliau, Ibnul Qayyim Al-Jauziyah.

Beliau pernah berkata disaat beliau berada di Qal’ah, “Sesungguhnya seorang yang terpenjara, adalah seseorang yang memenjarakan hatinya dari Rabbnya.”
Semoga Allah membalas beliau dengan limpahan rahmat dan keabadian di Surga kelak, Amiin

Tuduhan dusta kepada Beliau rahimahullah

Adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah seorang mujaddid, mujahid, imam dalam berbagai disiplin ilmu syara’, seorang yang teguh dalam meniti syariat Allah dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, seorang yang tegak dalam membersihkan Islam dari segala kekufuran dan kemaksiatan dan mengembalikan syariat Allah kepada asalnya yang hak, menghapus setiap noda-noda syirik dan khurafat dan dalam menghadapi setiap mazhab-mazhab batil dari kaum pengikut hawa nafsu dan bid’ah serta para fanatik mazhab tertentu.

Namun bukan berarti beliau tidak mendapatkan ujian berupa fitnah dan kedustaan yang disandarkan oleh para fanatik mazhab tersebut diatas. Hanya saja Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya yang berada diatas Ash-Shirath Al-Mustaqim, dan menyibak segala tuduhan dusta tersebut. Diantara tuduhan dusta yang disandarkan kepada beliau, adalah tuduhan yang dilontarkan oleh Ibnu Bathuthah, seorang penjelajah yang semapt menjelajahi sejumlah besar negeri bahkan benua yang ada dialam ini. Didalam tulisan dia yang dimuat pada kitabnya Ar-Rihlah, Ibnu Bathuthah mengatakan, “Waktu itu saya berada di Damaskus, dan menghadiri shalat jumat, dan dia –Ibnu Taimiyah- sedang khutbah di atas minbar mesjid Al-Jami’ dihadapan kaum manusia, memperingatkan mereka semua. Dan diantara perkataan Ibnu Taimiyah, bahwa dia berkata, “Sesunguhnya Allah turun ke langit dunia sebagaimana turunku ini.” Lalu diapun turun satu tangga dari anak tangga yang ada di minbar masjid tersebut.” 

Sungguhlah pernyataan Ibnu Bathuthah ini hanya rekayasa dari dirinya akibat kebencian dia terhadap mazhab Ahlul hadits Ahlus Sunnah wal-Jama’ah. Ibnu Bathuthah sama sekali tidak pernah bertemu dan menyimak perkataan Ibnu Taimiyah. Dia tiba di Damaskus pada hari kamis, tanggal 19 Ramadhan tahun 720 hijriyah. Sedangkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah telah dipenjara di penjara Qal’ah-Damaskus pada awal bulan Sya’ban pada tahun yang sama. Dengan demikian teranglah kedustaan Ibnu Bathuthah –semoga Allah mengampuninya-. 

Dan juga satu hal yang perlu diketahui, Ibnu Bathuthah sendiri dalam kitab Rihlah-nya penuh dengan banyak riwayat-riwayat serta hikayat yang mengherankan, diantaranya terdapat hikayat dan riwayat yang tidak benar, baik dari sisi riwayat maupun logika. Dia hanya mengungkapkan apa yang ada dibenaknya semata, tanpa menelitinya terlebih lanjut. Diantaranya, cerita Ibnu Bathuthah yang mengatakan bahwa di tengah masjid Al-Umawi di Damaskus terdapat kubur Nabi Zakariya ‘alahis salam. Sedangkan yang makruf adalah kubur Nabi Yahya ‘alaihis salam. Demikian juga sejumlah pernyataan dia akan bolehnya bernazar kepada Abu Ishaq jika terhantam badai di tengah lautan, bolehnya mengutarakan nadzar di kubur, bolehnya mengemis di pintu-pintu para raja dan lain sebagainya, yang menunjukkan kedangkalan ilmu dan ketaqwaan si penulis kitab Ar-Rihlah tersebut. Jadi tidaklah mengherankan jika dia juga sanggup mengarang sebuah kisah yang tidak pernah terjadi semasa hidupnya, wallahul musta’an.

Selain itu pula yang perlu diketahui, bahwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah tidak sekalipun beliau berdiri diatas minbar memberi nasihat, sebagai sangkaan Ibnu Bathuthah. Murid-murid beliau seperti Imam Adz-Dzahabi dan Ibnu Abdil Hadi yang mana keduanya lebih mengetahui hal ihwal guru mereka dibandingkan dengan Ibnu Bathuthah, mengatakan, bahwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah hanya duduk disebuah kursi, disaat memberi pelajaran dan nasihat bagi kaum muslimin, tidaklah sekalipun beliau berdiri diatas minbar. 

Demikian juga dengan kedustaan yang sangat nyata dari pernyataan Al-Kittani didalam Fahras Al-Fahaaris, dimana dia mengutip dari Abu Abdillah Al-Muqri, yang mengatakan tentang Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, “Bahwa dia memiliki sejumlah pernyataan yang tercela dalam menetapkan hadits An-Nuzul –turunya Allah kelangit dunia- sesuai dengan zhahir hadits, dan perkataan dia –Ibnu Taimiyah tentang hadits tersebut, “seperti turunku ini.” 

Dan semisal dengan pernyataan yang dikutip oleh Al-Kittani, senada juga dikatakan oleh Abu Bakar Al-Hishani, yang mengatakan bahwa Syaikhul Islam berkata, “Allah ber-istiwa` diatas Arsy-Nya sebgaimana istiwa` saya ini.” 

Namun, pernyataan tersebut adalah pernyataan yang batil dan terbantahkan dengan tulisan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah sendiri dalam banyak kitab-kitab beliau. Bahkan beliau sendiri telah menulis sebuah kitab khusus berkaitan dengan hadits An-Nuzul –turunnya Allah dilangit dunia-, yang beliau beri judul, [Syarah Hadist An-Nuzul], dimana beliau berkata, “Dan suatu yang harus diyakini, bahwa tiada sesuatupun yang semisal dengan Allah dalam setiap sifat yang Allah telah sifatkan diri-Nya dengan sifat tersebut. Barang siapa yang menyifati Allah semisal dengan salah satu bagian sifat makhluk maka sesungguhnya dia pasti telah keliru. Seperti halnya seseorang yang mengatakan, bahwa Allah turun ke langit dunia dengan begitu Allah bergerak dan berpindah sebagaimana turunnya manusia dari atap ke dasar rumah, …” 

Serta pendapat beliau, yang menyanggah perkataan kaum yang menyerupakan sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk-Nya (tasybih dan tajsiim), adalah pendapat yang sangat makruf dari beliau sebagaimana diketahui bahwa pendapat tersebut adalah pendpat mazhab As-Salaf Ash-Shalih dari kalangan sahabat dan generasi setelah mereka. Pendapat beliau tersebut dapat dilihat didalam kitab Al-Aqidah Al-Wasithiyah, Fatawa Al-Hamawiyah, Risalah At-Tadmuriyah, Syarah hadits An-Nuzul, Dar`u At-Ta'arudh, Naqdhu At-Ta'ala’siis, Majmu’ Al-Fatawa dan kitab-kitab beliau lainnya. Wallahul musta’an

Karya Ilmiah beliau

Karya ilmiyah yang diwariskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah demikian banyaknya, dalam banyak bidang keilmuan. Walaupun sebagian besarnya berkisar pada bidang Aqidah. Ibnul Qayyim rahimahullah, menghitung jumlah judul karangan ilmiyah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah hingga mencapai tiga ratus tiga puluh tujuh karya ilmiyah.
Walaupun demikain ada yang mengatakan hingga seribu judul, ada yang mengatakan lima ratus judul dan lain sebainya. 
Diantara kitab-kitab karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah,
1. Majmu’ Al-Fatawa (disusun oleh Ibnu Al-Qasim)
2. Dar`u At-Ta’arudh Al-‘Aql wa An-Naql
3. Minhaj As-Sunnah An-Nabawiyah
4. Naqdhu At-Ta`sis
5. Al-Jawaab Ash-Shahih liman Baddala Diin al-Masiih
6. Ar-Radd ‘ala Al-Bakrie (Al-Istighatsah)
7. Syarah Hadits An-Nuzul
8. Syarah Hadits Jibril (Al-Iman Al-Ausath)
9. Kitab Al-Iman
10. Al-Istiqamah’
11. As-Siyasah Asy-Syar’iyah
12. Iqtidha` Ash-Shirath Al-Mustaqim
13. Al-Fatawa Al-Kubra
14. Majmu’ah Ar-Rasaa`il Al-Muniriyah
15. Majmu’ah Ar-Rasaa`il al-Kubra
16. Fatawa Al-Hamawiyah
17. At-Tis’iniyah
18. Syarah Al-Ashfahaniyah
19. At-Tadmuriyah

20. Al-Wasithiyah

DA`I, MUJAHID, PEMBASMI BID`AH DAN PEMUSNAH MUSUH

Sejarah telah mencatat bahwa bukan saja Ibnu Taimiyah sebagai da`i yang tabah, liat, wara`, zuhud dan ahli ibadah, tetapi beliau juga seorang pemberani yang ahli berkuda. Beliau adalah pembela tiap jengkal tanah umat Islam dari kedzaliman musuh dengan pedannya, seperti halnya beliau adalah pembela aqidah umat dengan lidah dan penanya.

Dengan berani Ibnu Taimiyah berteriak memberikan komando kepada umat Islam untuk bangkit melawan serbuan tentara Tartar ketika menyerang Syam dan sekitarnya. Beliau sendiri bergabung dengan mereka dalam kancah pertempuran. Sampai ada salah seorang amir yang mempunyai diin yang baik dan benar, memberikan kesaksiannya: tiba-tiba (ditengah kancah pertempuran) terlihat dia bersama saudaranya berteriak keras memberikan komando untuk menyerbu dan memberikan peringatan keras supaya tidak lari. Akhirnya dengan izin Allah Ta`ala, pasukan Tartar berhasil dihancurkan, maka selamatlah negeri Syam, Palestina, Mesir dan Hijaz.

Tetapi karena ketegaran, keberanian dan kelantangan beliau dalam mengajak kepada al-haq, akhirnya justru membakar kedengkian serta kebencian para penguasa, para ulama dan orang-orang yang tidak senang kepada beliau. Kaum munafiqun dan kaum lacut kemudian meniupkan racun-racun fitnah hingga karenanya beliau harus mengalami berbagai tekanan di pejara, dibuang, diasingkan dan disiksa.

KEHIDUPAN PENJARA

Hembusan-hembusan fitnah yang ditiupkan kaum munafiqin serta antek-anteknya yang mengakibatkan beliau mengalami tekanan berat dalam berbagai penjara, justru dihadapi dengan tabah, tenang dan gembira. Terakhir beliau harus masuk ke penjara Qal`ah di Dimasyq. Dan beliau berkata: Sesungguhnya aku menunggu saat seperti ini, karena di dalamnya terdapat kebaikan besar.

Dalam syairnya yang terkenal beliau juga berkata:
Apakah yang diperbuat musuh padaku !!!!Aku, taman dan dikebunku ada dalam dadakuKemanapun ku pergi, ia selalu bersamakudan tiada pernah tinggalkan aku.Aku, terpenjaraku adalah khalwatKematianku adalah mati syahidTerusirku dari negeriku adalah rekreasi.Beliau pernah berkata dalam penjara:Orang dipenjara ialah orang yang terpenjara hatinya dari Rabbnya,Orang yang tertawan ialah orang yang ditawan orang oleh hawa nafsunya.

Ternyata penjara baginya tidak menghalangi kejernihan fitrah islahiyah-nya, tidak menghalanginya untuk berdakwah dan menulis buku-buku tentang aqidah, tafsir dan kitab-kitab bantahan terhadap ahli-ahli bid`ah.

Pengagum-pengagum beliau diluar penjara semakin banyak. Sementara di dalam penjara, banyak penghuninya yang menjadi murid beliau, diajarkannya oleh beliau agar mereka iltizam kepada syari`at Allah, selalu beristighfar, tasbih, berdoa dan melakukan amalan-amalan shahih. Sehingga suasana penjara menjadi ramai dengan suasana beribadah kepada Allah. Bahkan dikisahkan banyak penghuni penjara yang sudah mendapat hak bebas, ingin tetap tinggal di penjara bersamanya. Akhirnya penjara menjadi penuh dengan orang-orang yang mengaji.

Tetapi kenyataan ini menjadikan musuh-musuh beliau dari kalangan munafiqin serta ahlul bid`ah semakin dengki dan marah. Maka mereka terus berupaya agar penguasa memindahkan beliau dari satu penjara ke penjara yang lain. Tetapi inipun menjadikan beliau semakin terkenal. Pada akhirnya mereka menuntut kepada pemerintah agar beliau dibunuh, tetapi pemerintah tidak mendengar tuntutan mereka. Pemerintah hanya mengeluarkan surat keputusan untuk merampas semua peralatan tulis, tinta dan kertas-kertas dari tangan Ibnu Taimiyah.

Namun beliau tetap berusaha menulis di tempat-tempat yang memungkinkan dengan arang. Beliau tulis surat-surat dan buku-buku dengan arang kepada sahabat dan murid-muridnya. Semua itu menunjukkan betapa hebatnya tantangan yang dihadapi, sampai kebebasan berfikir dan menulis pun dibatasi. Ini sekaligus menunjukkan betapa sabar dan tabahnya beliau. Semoga Allah merahmati, meridhai dan memasukkan Ibnu Taimiyah dan kita sekalian ke dalam surganya.

WAFATNYA

Sesungguhnya di antara tanda kebaikan orang sholih dan diterimanya dia di tengah-tengah kaum muslimin adalah : orang-orang merasa kehilangannya tatkala dia meninggal dunia.

Oleh karena itu, para salaf menilai banyaknya orang yang menyolati merupakan tanda kebaikan dan diterimanya orang tersebut. Oleh karena itu, Imam Ahmad –rahimahullah– mengatakan : ”Katakan pada Ahlul Bid’ah, perbedaan antara kami dan kalian adalah pada hari kematian”, yaitu orang-orang akan merasakan kehilangan Imam Ahlus Sunnah, apabila imam itu meninggal akan terlihat banyaknya orang yang mengiringi jenazahnya ke pemakaman. Dan sungguh realita telah menunjukkan hal itu. Belum ada yang pernah terdengar seperti kematian dua imam (yang sama-sama bernama Ahmad, pen) yaitu Imam Ahmad bin Hanbal dan Ahmad bin Taimiyyah ketika keduanya meninggal. 

Begitu banyak orang yang mengiringi ke pemakaman dan keluar bersama jenazah keduanya serta menyolati keduanya. Ini bukanlah suatu yang aneh karena kaum muslimin adalah saksi Allah di bumi ini.

Beliau wafatnya di dalam penjara Qal`ah Dimasyq disaksikan oleh salah seorang muridnya yang menonjol, Al-`Allamah Ibnul Qayyim Rahimahullah. Beliau berada di penjara ini selama dua tahun tiga bulan dan beberapa hari, mengalami sakit dua puluh hari lebih. Selama dalam penjara beliau selalu beribadah, berdzikir, tahajjud dan membaca Al-Qur`an. Dikisahkan, dalam tiap harinya ia baca tiga juz. Selama itu pula beliau sempat menghatamkan Al-Qur`an delapan puluh atau delapan puluh satu kali.

Perlu dicatat bahwa selama beliau dalam penjara, tidak pernah mau menerima pemberian apa pun dari penguasa. Jenazah beliau dishalatkan di masjid Jami`Bani Umayah sesudah shalat Zhuhur. Semua penduduk Dimasyq (yang mampu) hadir untuk menshalatkan jenazahnya, termasuk para Umara`, Ulama, tentara dan sebagainya, hingga kota Dimasyq menjadi libur total hari itu. Bahkan semua penduduk Dimasyq (Damaskus) tua, muda, laki, perempuan, anak-anak keluar untuk menghormati kepergian beliau.

Seorang saksi mata pernah berkata: Menurut yang aku ketahui tidak ada seorang pun yang ketinggalan, kecuali tiga orang musuh utamanya. Ketiga orang ini pergi menyembunyikan diri karena takut dikeroyok masa. Bahkan menurut ahli sejarah, belum pernah terjadi jenazah yang dishalatkan serta dihormati oleh orang sebanyak itu melainkan Ibnu Taimiyah dan Imam Ahmad bin Hambal.

Demikianlah Syaikhul Islam –rahimahullah– wafat, dalam keadaan beliau dipenjara di penjara Al Qol’ah, Damaskus, pada malam Senin, 20 Dzulqo’dah 728 Hijriyah. Seluruh penduduk Damaskus dan sekitarnya merayap untuk menyolati dan mengiringi jenazah beliau ke pemakaman. Berbagai referensi yang menyebutkan kematian beliau sepakat bahwa yang menghadiri pemakaman beliau adalah jumlah yang sangat besar sekali yang tidak bisa dibayangkan jumlahnya.

Beliau wafat pada tanggal 20 Dzul Hijjah th. 728 H, dan dikuburkan pada waktu Ashar di samping kuburan saudaranya Syaikh Jamal Al-Islam Syarafuddin. Semoga Allah merahmati Ibnu Taimiyah, tokoh Salaf, da`i, mujahidd, pembasmi bid`ah dan pemusnah musuh. 

Rabb dan juga Pencipta beliau, telah memanggil beliau… meninggalkan derita fisik beliau akibat kezhaliman musuh-musuh beliau, berpaling kepada rahmat-Nya berpisah dengan dengan segala makar dan tipu daya makluk atas diri beliau rahimahullah.
  
Damaskus terhenyak, hari itu kota Damaskus riuh rendah. Tidak hanya kerabat, handai taulan, murid-murid beliau saja yang menunduk mengantarkan kepergian jenazah beliau dengan isak tangis tertahan…namun seluruh penduduk di Damaskus, tua dan kecil, para pemuka maupun rakyat jelata, laki-laki maupun wanita, hamba maupun orang-orang yang merdeka telah dikejutkan dengan berita duka kematian beliau.
  
Tidakkah kemarin, beberapa bulan lalu, beberapa tahun silam, Ibnu Taimiyah telah membangunkan mereka dan mengagetkan mereka dengan jihad beliau melawan kaum Tartar, Ibnu Taimiyah telah menyadarkan mereka dengan dakwah Tauhid beliau …sekarang mereka dikejutkan, bukan lagi dengan keilmuan, dakwah dan semangat beliau, namun dengan jenazah beliau yang terbaring kaku di Masjid Jami’ Kabir Bani Umayyah.
  
Pasar-pasar menjadi sepi, toko-toko semuanya tutup, jalan-jalan dipenuhi khalayak ramai yang menshalati dan hendak mengantarkan jenazah beliau ke peristirahatan terakhir beliau. Jenazah beliau, telah diantarkan ke peristirahatan beliau yang terakhir, masing-masing sanubari yang hadir turut mengantarkannya sebelum tangan mereka meraih jenazah orang mereka cintai dan mereka kagumi. Di Syam, Mesir, Irak, Yaman dan negeri lainnya, juga turut berduka seiring kepulangan beliau kesisi Rabb-nya. Benarkah perkataan Imam Mulian Imam Ahlus Sunnah wal-Jama’ah Imam Ahmad bin Hanbal yang berkata,”Katakanlah kepada segenap ahli bid’ah, antara kami dan kalian –saksinya- adalah hari saat jenazah terhantar.”
  
Benarlah ucapan Imam Ahmad ini, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah akan selalu dikenang, akan senantiasa mendapatkan doa dan ucapan rahmat dari lisan kaum muslimin yang shalih, terkhusus dari ulama yang dapat berlaku adil. Sementara mereka yang berbuat makar dan tipu daya, dan juga penerus mereka yang hasad dan dengki serta yang didalam hati mereka tertanam kebencian kepada pribadi dan akwah beliau –rahimahullah-, adakah sejarah mencatat mereka dengan tinta emas? Adakah tarikh Islam menyanjung keberadaan mereka? Sekali-kali tidak, kalaulah ada, mereka disebut hanya untuk diketahui kadar permusuhan mereka terhadap dakwah Ahlus Sunnah wal-Jama’ah.
  
Disisi Rabb-nya beliau menemui dan menanti kelak, semua musuh-musuh beliau dan mereka yang dengki terhadap beliau, bersama akan menunggu pengadilan Allah Yang Maha Adil. yang tiada kezhaliman didalamnya. 
Semoga Allah merahmati beliau dengan rahmat yang sangat luas, mengampuni beliau, memuliakan dan menempatkan beliau di kediaman yang luas dan lapang. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Mahakuasa atas segala sesuatu.

Semoga Allah merahmati dan memberi balasan dengan kebaikan yang banyak atas jasa beliau terhadap Islam dan kaum muslimin.

Penutup

Akhirnya segala pujian hanya milik Allah semata, kita tidak bisa menghitung pujian tersebut karena hanya Dialah yang dapat memuji  Diri-Nya sendiri. Bagaimana pun manusia itu dipuji atau dieluh-eluhkan oleh banyak orang, namun ada saja yang membencinya baik karena hasad dengan kenikmatan atau kemulyaan yang dirasakan oleh orang tersebut maupun karena dirinya rendah dan tidak mampu menggapainya/ menyainginya.

Gelar syaikh al-Islam memang layak disandang oleh Abu al-‘Abbas Ahmad ibn Taimiyah dikarenakan jarang sekali orang yang sepertinya dalam kehidupan yang singkat di dunia ini. Beliau mengumpulkan antara ilmu dan amal, ibadah dan jihad serta waktu yang berkah hingga tidak sempat menikah karena keadaan yang tidak memungkinkannya.

Ibnu Taymiyyah berpendapat bahwa tiga generasi awal Islam, yaitu Rasulullah Muhammad SAW dan Sahabat Nabi, kemudian Tabi’in yaitu generasi yang mengenal langsung para Sahabat Nabi, dan Tabi’ut tabi’in yaitu generasi yang mengenal langsung para Tabi’in, adalah contoh yang terbaik untuk kehidupan Islam.

Demikianlah Ibnu Taimiyah sebagai tokoh yang komplit, dalam arti kata tidak hanya sebagai salah seorang ulama akan tetapi juga sebagai pejuang, contoh dalam akhlak dan kepribadiannya serta yang lainnya.


Semoga Allah merahmati orang yang mengetahui kadar dirinya hingga  ia tidak mengangkat diri  diatas kedudukan yang semestinya.

Wallahu a`lam.

Sumber penulisan ini :

  • Al I’lam, Khoiruddin Az Zarkali. (1/144)
  • Al A’laam Al ’Aliyyah fii Manaqib Ibnu Taimiyyah, Al Hafidz Umar Al Bazzar, ditahqiq oleh Asy Syawisy.
  • Al Bidayatu wan Nihayah, Ibnu Katsir. (135-139/14)
  • Syadzarotudz Dzahab, Ibnul ’Ammaad. (80-86/6)
  • Fawatul wifayaat, Muhammad Ibnu Syakir Al Kutubi. (74-80/1)
  • Kitabudz Dzail ’ala Thobaqotil Hanabilah, Abul Faroj Abdurrahman bin Ahmad Al Baghdady. (387 – 408)
  • Manaqib Al Imam Ahmad bin Hanbal. Ibnul Jauzi, ditahqiq oleh Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin At Turki.
  • Diterjemahkan dari Iqtidho’ Shirothil Mustaqim Li Mukholafatil Ashabil Jahim yang ditahqiq dan dita’liq oleh Dr. Nashir bin Abdul Karim Al ’Aql -hafidzhohullah-
  • Syukur, Amin, 2002, Menggugat Tasawuf, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
  • Simuh, dkk., 2001, Tasawuf dan Krisis,  Yogyakarta: Pustaka Pelajar
  • Hamka, 1993, Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya, Jakarta: Pustaka Panjimas
  • Hajjaj, Muhammad Fauqi, 2011, Tasawuf Islam & Akhlak, Jakarta: Amzah
  • Azhim, Said Abdul, 2005, Ibnu taimiyah, Pembaruan Salafi & Dakwah Reformasi, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar
  • Al-Furqaan… tahqiq DR.  Abd Al-Rahman Al-Yahya hlm. 29 
  • Iqtidhaa’ al-Shiraath al-Mustaqiim….tahqiq DR. Nashir al-‘Aql hlm 11 
  • Mauqif Ibn Taimiyah…DR. Abd al-Rahmaan al-Mahmud hlm.151. 
  • Ibnu Katsir menguatkan tanggal ini dalam kitabnya al-Bidaayah wa al-Nihaayah jilid 13 dan 14 hlm. 281. 
  •  Mauqif Ibn Taimiyah…DR. Abd al-Rahmaan al-Mahmud hlm.153. 
  • Iqtidhaa’ al-Shiraath al-Mustaqiim….tahqiq DR. Nashir al-‘Aql hlm. 12 
  • Mauqif Ibn Taimiyah…DR. Abd al-Rahmaan al-Mahmud hlm. 156-157 
  • Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas 
  • Demikianlah al-Bazzar, salah seorang murid Ibnu Taimiyah mensifati hari itu. Ibid hlm. 213 
  • Iqtidhaa’ al-Shiraath al-Mustaqiim….tahqiq DR. Nashir al-‘Aql hlm. 16 
  • Dari buku yang penulis jadikan rujukan terbitan th. 1999 mengabarkan bahwa Universitas al-Imam Muhammad Ibn Su’ud di Riyadh akan mencetaknya disertai komentar dan penelitian. 
  • Perkataan al-Syaukani dalam majmu’ fatawa jilid 1 hlm. ب 
  • Risalah Ibnu Taimiyah tentang tafsir Al-Qur’an hlm. 12 
  • Mauqif Ibn Taimiyah…DR. Abd al-Rahmaan al-Mahmud hlm. 284. 
  • Ibnu Taimiyah,   Ahmad Ibn Abdil Halim Al-Furqaan Baina Auliyaa’ al-Rahmaan wa Auliyaa’ al-Syaithan Tahqiq DR. Abd Al-Rahmaan Al-Yahya Cet. 1 Th. 1420 H. – 1999 M. Daar Al-Fadhilah Riyadh Saudi Arabia dan Daar Ibn Hazm Beirut Libanon. 
  • ……………………,  Iqtidhaa’ al-Shiroot al-Mustaqiim li Mukhaafati Ashhaab Al-Jahiim Cet. 6 Th. 1419 H. 1998 M. Daar Al-‘Aashimah Riyadh Saudi Arabia. 
  • ………………….., Tafsir Al-Qur’an Cet. 1 Desember 1996 Pustaka Mantiq Solo. 
  • Ibn Katsir,  Abu Al-Fidaa’ Ismail Al-Bidaayah wa Al-Nihaayah cet. 6 Th.1422 H.- 2001 M. Daar Al-Ma’rifah Beirut Libanon. 
  • Qaasim, Abd al-Rahman ibn Muhammad ibn Majmu’ Fatawa Syaikh al-Islam Ibn Taimiyah Th. 1416 H. – 1995 M. Mujamma’ Al-Malik Fahad Al-Madinah Al-Munawwarah. 

No comments:

Post a Comment