10 February 2013

PERANAN MUSLIMAH DALAM DUNIA DAKWAH

PERANAN MUSLIMAH DALAM DUNIA DAKWAH
pic hiasan
Pendahuluan

Permasalahan yang berlaku terhadap kaum hawa ini sememangnya tidak pernah surut dalam berbagai-bagai permasalahan, mulai dari cara berpakaian, kecantikan, pendidikan anak, kedudukan dan peranan mereka dalam keluarga dan masyarakat sampai bagaimana peranan mereka dalam pembinaan umat.Tak jarang masih muncul pertanyaan, apakah kedudukan wanita itu sama dengan peranan lelaki, lebih tinggi ataukah lebih rendah? Layakkah seorang wanita melakukan aktiviti di luar rumah? Sejauhmana dakwah yang harus dilakukan oleh kaum wanita itu sendiri?

Apabila kita kembali kepada ajaran Islam secara kaffah serta syumul, pertanyaan-pertanyaan di atas tidak terlalu sulit untuk dijawab. Islam sebagai agama yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad saw melalui malaikat Jibril dengan serangkaian aturan yang mengatur manusia dengan Khaliq-Nya (masalah aqidah dan ibadah mahdhah), manusia dengan dirinya sendiri (akhlaq, makanan dan minuman, pakaian) dan mengatur manusia dengan manusia lainnya (mu’amalah dan ‘uqubat). Syari’at Islam diturunkan Sang Khaliq untuk mengatur kehidupan dan memecahkan berbagai permasalahan hidup manusia di setiap waktu dan tempat.


Lelaki dan Wanita dalam Pandangan Islam

Allah SWT menciptakan manusia, baik lelaki maupun wanita dengan suatu fitrah yang khas, yang berbeda dengan haiwan. Masing-masing tidak dapat dibedakan dari segi kemanusiaannya. Allah SWT mempersiapkan keduanya untuk mengharungi kehidupan dunia. Lelaki dan wanita ditetapkan Allah SWT untuk hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Allah SWT telah membekali manusia suatu potensi hidup (thaqah hayawiyyah) berupa dorongan keperluan jasmani seperti rasa lapar, haus; kekuatan naluriah seperti naluri untuk mempertahankan kehidupan, naluri seksual untuk melahirkan keturunan dan naluri beragama; serta potensi untuk berfikir (akal). Allah SWT telah menetapkan pemenuhan berbagai potensi ini dengan menurunkan syari’atnya yang sempurna. Dalam hal ini, baik pria maupun wanita sama-sama harus terikat dengan syari’at Islam yang akan menjadi pemecah masalah kehidupan manusia selama di dunia.
Tatkala Syari’at Islam Memandang Lelaki dan Wanita sebagai MANUSIA

Islam telah menetapkan berbagai hak dan kewajiban baik kepada lelaki maupun kepada wanita. Tatkala hak dan kewajiban itu terkait dengan sifatnya sebagai manusia (bersifat insaniyah), maka syari’at Islam berlaku untuk lelaki dan wanita tanpa ada perbezaan. Hal ini dapat kita lihat dalam masalah shalat, shaum, zakat, haji, memilki akhlak yang amat mulia, jual-beli, ‘uqubat, belajar-mengajar, berdakwah, dan lain-lain. Semua ini merupakan taklif hukum (beban hukum) yang sama bagi lelaki dan wanita karena ayat-ayat maupun hadits-hadits yang menunjuk kepada hukum tersebut bersifat umum bagi manusia.Allah SWT berfirman sebagai berikut :

Sesungguhnya kaum Muslim dan Muslimah, kaum Mukmin dan Mukminat, pria dan wanita yang senantiasa berlaku ta’at, pria dan wanita yang selalu berlaku benar, pria dan wanita yang biasa berlaku sabar, pria dan wanita yang senantiasa takut (kepada Allah), pria dan wanita yang gemar bersedekah, pria dan wanita yang gemar bersedekah, pria dan wanita yang suka berpuasa, pria dan wanita yang selalu memelihara kemaluan (kehormatan)-nya, serta pria dan wanita yang senantiasa menyebut asma Allah, telah Allah sediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS Al Ahzab (33) : 35)

Juga cuba lihat di dalam QS An Nahl (16) : 125, QS Fushilat (41) : 33, QS Al Ahzab (33) : 36, QS An Nahl (16) : 97, QS An Nisaa (4) : 124, QS Ali Imran (3) : 195, QS An Nisaa (4) : 7, QS An Nisaa (4) : 32.

Tatkala Syari’at Islam Memandang Lelaki dan Wanita dari Sisi Tabi’atnya

Di sisi yang lain, Islampun menetapkan hak dan kewajiban serta taklif hukum tertentu (khusus), baik bagi lelaki saja maupun bagi wanita saja. Hal ini terkait dengan tabi’atnya masing-masing dan kedudukannya di dalam masyarakat. Islam menetapkan aturan yang khusus bagi wanita seperti, sebagai ibu (hamil, menyusui, mengasuh anak) dan pengatur rumah tangga, sebagai isteri, menggunakan kerudung dan jilbab, hak mendapat mahar/maskawin, dan lain-lain. Sementara itu bagi lelaki, Allah SWT telah menetapkan aturan khusus bagi mereka,seperti kewajiban mencari nafkah, kepemimpinan dalam rumah tangga, kewajiban memberikan mahar, dan lain-lain.

Demikianlah, Islam datang dengan membawa sejumlah hukum yang beraneka ragam; sebagian khusus ditujukan untuk lelaki, dan sebagiannya lagi khusus untuk wanita. Allah SWT telah memerintahkan kepada keduanya untuk sama-sama bersikap redo terhadap adanya pengkhususan hukum-hukum tersebut. Sebaliknya, Allah SWT melarang masing-masing pihak (pria atau wanita) bersikap saling iri dan dengki serta untuk berangan-angan apa yang telah Allah karuniakan atas yang lain. Allah SWT berfirman :

Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian daripada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS An Nisaa (4) : 32)

Permasalahan Umat Islam dan Kekuatan Merealisasikan

Telah lama sekali umat Islam dalam suasana yang serba tak menentu. Negeri-negeri muslim yang kaya akan sumberdaya alam menjadi objek perebutan negara-negara yang rakus akan kekuasaan. Tak peduli cara apapun akan ditempuh mereka, bahkan dengan peperangan sekalipun. Tidak boleh disangkal lagi, banyak sekali kelemahan akibat peperangan yang dilakukan negara Barat yang tidak beradab. Kerosakan, kacau bilau, kesengsaraan, ketidakberdayaan, kebodohan hingga ketergantungan yang disengaja pihak musuh, akhirnya menjadi kenyataan pahit yang harus ditelan oleh kita, umat muslim.

Berbagai aspek kehidupan, nampaknya sudah begitu kacau. Mulai masalah ekonomi liberal, masalah sosial dan pergaulan bebasnya, pendidikan yang sekuler, bencana alam yang terjadi akibat tangan manusia sendiri (sampah yang bertumpuk), wabak penyakit yang kian bertambah, generasi muda yang lalai serta tidak keruan, mulai menggejala, dan masih banyak lagi masalah manusia yang tidak kunjung selesai/terselesaikan. Akankah kita, umat muslim (khususnya kaum wanita/ibu) akan diam dan tidak berupaya untuk keluar dari masalah di atas? Sementara masalah tersebut sangat jelas ada di depan mata kita?

Tentu tidak kan. Sebagai seorang hamba yang dimuliakan Allah SWT, seorang manusia apalagi yang beriman tidak akan pernah tahan melihat berbagai penyimpangan dan kemaksiatan berputar-putar di hadapan kita. Kita harus bangkit dan kembali menjadi khairu ummah, seperti yang Allah SWT janjikan dalam QS Ali Imron : 110 :

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS Ali ‘Imran (3) : 110)

Apabila kita cermati berbagai permasalahan umat tersebut, akan kita dapati bahwasanya akar masalah umat Islam saat ini adalah tidak lagi menjadikan syari’at Allah SWT sebagai pengatur kehidupan manusia. Sistem ekonomi yang diterapkan, bukanlah ekonomi Islam, sehingga masalah perputaran harta hanya beredar di kalangan orang kaya, masalah pergaulan pun tidaklah diatur dengan aturan Islam, tetapi pergaulan bebas yang di gembar-gemborkan melalui berbagai media, dan lain-lain. Allah SWT telah memperingatkan dalam QS Thaha (20) : 124,

“Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.”

Lantas, bagaimana kita harus bangkit?


pic hiasan

Seseorang akan bangkit atau berubah (perilakunya) ketika pemahamamnya tentang sesuatu berubah.Contoh, orang yang belum memahami bahwa ghibah itu haram dan pelakunya akan diazab Allah SWT, tentu dia tidak akan merasa berdosa ketika melakukan perbuatan tersebut. Akan tetapi setelah dia dipahamkan bahwa ghibah itu sendiri apa dan bagaimana gambaran azab Allah SWT di akhirat, tentulah dia akan mengubah perilakunya.Kondisi ini dapat dipahami seperti firman Allah SWT dalam QS Ar Ra’du : 11,

“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”

Insyaallah.

Kebangkitan umat Islam akan diraih, ketika pemahaman tentang kehidupan mereka, mereka ubah dengan pemahaman Islam saja. Untuk mengubah pemahaman ini tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, harus ada upaya keras dari diri umat Islam sendiri untuk mau mempelajari Islam, memahaminya, melaksanakannya dan memperjuangkannya. Semua ini harus dilakukan oleh umat Islam, baik lelaki maupun wanita.

Menyadari luasnya cakupan aturan Islam, bagi para da'i sert pendakwah (khususnya), akan sangat mustahil mendapatkan pemahaman Islam yang menyeluruh hanya dengan “carik sana comot sini’. Para pendakwah harus mempelajari Islam secara sistematik, tidak sambil lewa. Program belajar harus menjadi agenda utama dalam kegiatan kita sehari-hari, selain aktiviti hidup lainnya. Keseluruhan aktiviti tersebut terangkum dalam apa yang disebut aktiviti DAKWAH.

Kewajiban Dakwah

Perintah dakwah merupakan perintah Allah SWT yang bersifat ‘aam (umum) berlaku untuk lelaki dan juga wanita. Hal ini sangat jelas tercantum dalam berbagai ayat dan hadits. Beberapa diantaranya sebagai berikut :

QS Fushilat (41) : 33

QS At Taubah (9) : 71

QS An Nahl (16) : 125

Qs Ali Imron (3) : 104

عَنْ أَبِى سَعِيْدِ الْخُدْرِىِّ رَضِىَ الله عَنْهُ قَالَ:سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ:مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذلِكَ أَضْعَفُ الْإِيْمَانِ (رواه مسلم)

Dari Abu Sa’id al-Khudry ra, ia berkata : Saya telah mendengar Rasulullah saw bersabda : ”Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tangannya, bila tidak mampu (ubahlah) dengan lisan, bila tidak mampu (ubahlah) dengan hati, dan itu adalah selemah-lemahnya iman.” (HR Muslim)

Bercerminkan kepada Dakwah Rasulullah saw

Rasulullah saw adalah teladan bagi setiap umat muslim, salah satunya adalah dalam hal dakwah. Kehidupan Rasulullah saw adalah kehidupan dakwah Islam.Rasulullah saw berjuang tidak kenal lelah sepanjang hidupnya hanya demi Islam hingga beliau mampu mengubah masyarakat Arab jahiliyah menjadi masyarakat Islam yang cemerlang dan berjaya selama ratusan tahun.

Bagi seorang da’i/da’iyah agar tidak menemukan kesulitan dalam meneladani gerak langkah dakwah Rasul, maka ia harus berpegang kepada Al Qur’an, as Sunnah dan senantiasa mempelajari kehidupan dakwah Rasul saw dalam Sirah Nabawiyah atau sejarah dakwah Rasul.

Pokok-pokok Dakwah Rasulullah saw

Menelaah perjalanan dakwah Rasulullah saw, tidak dapat dilepaskan dari tujuan dakwah itu sendiri. Tujuan dakwah Rasul saw yang dapat dicermati dari perjalanan dakwah beliau adalah mewujudkan seluruh ajaran Islam (Syari’at Islam) dalam kehidupan nyata.

Pada dasarnya perjuangan dakwah Rasul dapat dibedakan menjadi 2 iaitu :

1. Dakwah di Mekkah, mencakup tahap pengkaderan dan tahap hubungan dakwah

2. Dakwah di Madinah, merupakan tahap mewujudkan masyarakat Islam

Dalam tempoh masa dakwah di Mekah, Rasul saw beserta para shahabatnya berjuang hanya dalam aspek fikriyah (pemikiran).Tujuan dakwah Rasul pada tahap pengkaderan di Mekah tidak lain untuk memantapkan aqidah, membentuk dan membina aqliyah dan nafsiyah Islamiyah (kepribadian Islam) sehingga tampak adanya perubahan perilaku pada diri shahabatnya. Selanjutnya pada tahap interaksi dakwah, Rasul beserta para shahabat mendapatkan perlawanan yang cukup besar dari kafir Qurays.Akan tetapi dengan kekuatan aqidah dan pemikiran Islam yang menghujam di dalam dada mereka, segala rintangan dapat mereka hadapi. Sampai tiba pertolongan Allah SWT yang datang dari penduduk Madinah dimana mereka siap untuk diterapkan syari’at Islam di dalam kehidupan masyarakatnya. Maka atas izin Allah SWT, Rasul beserta shahabatnya berhijrah ke Madinah. Mulailah saat itu dakwah memasuki dalam jangkamasa di Madinah dan aturan Islam mulai diterapkan di tengah-tengah mereka.

Peranan Muslimah dalam Dakwah dan Kebangkitan Umat Islam

pic hiasan

Sudah jelas bahawa kewajipan Muslimah bukanlah hanya sebagai ibu (ummun) dan pengatur rumah tangga (rabbatul bait). Namun Muslimah juga memiliki tanggungjawab lain yang hukumnya juga adalah wajib iaitu turut aktif melakukan dakwah baik secara peribadi mahupun bergerak dalam jemaah. Dengan kata lain, peranan utama wanita muslimah adalah mengurus dan mendidik anak-anak. Dia mampu menjadi sumber yang menghasilkan cendekiawan dan mujahid pembela Islam. Wanita yang berusaha mempersiapkan anaknya menjadi pejuang Islam merupakan penyumbang besar dalam proses perubahan masyarakat.

Peranan kedua ialah untuk membimbing sesama wanita. Walaupun wanita memikul tanggungjawab yang besar dalam keluarga, namun beliau juga pasti mampu untuk memikul tugas dakwahnya kerana Allah Yang Maha Mengetahui tidak akan membebani hambaNya diluar kemampuan mereka. Perkara penting yang harus difahami seorang muslimah ialah bagaimana caranya untuk memadukan seluruh kewajipannya agar dapat dilaksanakan dengan sempurna.

Seorang muslimah itu mesti memiliki pemahaman yang jernih mengenai Islam. Dia wajib meyakini bahawa Islam adalah rahmatan lil ’alamin dengan tertegaknya seluruh hukum Islam dan tidak boleh meragui bahawa Islam wajib ditegakkan dalam kehidupan sebagai satu-satunya penyelesaian. Muslimah perlu menyedari bahawa tertegaknya Islam bergantung kepada perjuangan pemeluknya termasuklah kaum wanita yang jumlahnya separuh dari penduduk manusia. Seorang Muslimah perlu memahami bahawa beliau merupakan asas kepada tiang negara dan sebahagian dari ahli masyarakat. Masyarakat Islam tidak mungkin akan terbina dan Daulah Islam tidak akan tertegak jika wanitanya tidak memahami Islam, tidak mengamalkan Islam dalam kehidupan, tidak berdakwah ke jalan Islam, tidak melahirkan generasi pejuang Islam dan tidak menyokong suaminya yang berjuang menerapkan Islam.

Pemahaman tadi perlu digabungkan dengan gambaran yang jelas tentang apa yang mesti dilakukan supaya pemahaman itu tidak terhenti hanya sebagai satu pengetahuan tetapi ianya dipraktikkan dalam kehidupan. Seandainya perkara ini tidak diwujudkan, adalah tidak mustahil jika terdapat segolongan Muslimah yang merasa tertekan dengan beban dakwah yang dipikulnya, justeru menghadkan kewajipannya terhadap rumahtangga sahaja. Memang benar, tanggungjawab dakwah itu berat. Namun, alangkah beratnya siksaan di akhirat bagi mereka yang meninggalkan dakwah dan betapa besar malapetaka yang akan menimpa manusia seandainya kaum hawa sebagai ibu yang mendidik umat manusia, mengabaikan dakwah.

Muslimah yang memahami kewajipannya, akan saling bekerjasama dengan suami tercinta untuk bersungguh-sungguh mendidik anak-anak dan keluarganya dengan ajaran Islam yang sebenar sehingga melahirkan para pendukung perjuangan Islam. Mereka(wanita) juga akan turut berjuang bersama-sama Muslimah lainnya untuk membentuk para pendukung dakwah Islam dan seterusnya mewujudkan satu pandangan umum bahawasanya Daulah Islam wajib ditegakkan.

Dalam kesibukan aktiviti sehariannya sebagai pengatur rumah tangga, seorang muslimah itu masih mampu untuk mengubah pemahaman umat sekalipun sewaktu membeli-belah di pasar, menghantar anak ke sekolah ataupun sewaktu berbual-bual dengan jiran tetangga. Semua itu dilakukan dengan tujuan yang jelas, iaitu bagi membentuk pandangan umum tentang kewajipan menerapkan Syariat Islam di dalam kehidupan. Sekiranya tedapat peluang, samada secara tidak sengaja, ataupun sememangnya di rancang, seorang muslimah akan mengadakan program-program pembinaan pemikiran Islam di sekitar kawasan kediamannya. Beliau juga berperanan mengajak rakan-rakan Muslimah yang lain untuk menyertai program-program yang diadakan..

Peranan ketiga wanita adalah sebagai sayap kiri masyarakat dalam mewujudkan masyarakat Islam bersama-sama golongan lelaki. Wanita mempunyai peranan yang sama dengan lelaki dalam usaha menegakkan Islam. Wanita adalah saudara lelaki. Begitulah ungkapan Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam tentang wanita seperti yang diriwayatkan dalam Sahih Bukhari. Pernyataan seperti ini banyak ditemui dalam sirah dakwah Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi wa Sallam. Kaum muslimin tidak akan lupa bahawa orang yang pertama mengimani Muhammad ibnu Abdullah sebagai Nabi dan Rasul adalah seorang wanita yang dijadikan oleh Allah Subhanahu wa Taala sebagai isterinya, Saidatina Khadijah. Beliaulah yang membantu Rasullullah berdakwah, membelanya, mengeluarkan harta bendanya bagi dakwah dan sangat mencintai suaminya di saat ramai orang memperlekehkan dan membencinya. Beliaulah yang berada di sisi Rasullullah dan menyokong dakwah Nabi dengan setia tanpa henti sehingga akhir hayatnya tiga tahun sebelum hijrah. Suatu ketika Nabi mengenang wanita yang sangat dicintainya : ”Demi Allah, tiada ganti yang lebih baik dari dia, yang beriman ketika semua orang ingkar, yang percaya kepadaku ketika semua pihak mendustakan, yang mengorbankan hartanya ketika semua berusaha mempertahankannya dan daripadanyalah aku mendapat keturunan”. Inilah srikandi muslimah pertama.

Di Mekah dan Madinah bukan hanya kaum lelaki yang berdakwah tetapi juga wanita. Saudah binti Zam’ah, setelah memeluk Islam, dia segera mendakwahi keluarganya sehinggakan suaminya memeluk Islam. Keduanya saling menyokong untuk berhijrah ke Habsyah dan sehinggakan demi dakwah, suaminya menghembuskan nafas terakhir di negeri Najasyi itu. Akhirnya, sekembalinya ke Mekah Allah Subhanahu wa Taala menetapkannya sebagai isteri Nabi Sallallahu Alaihi wa Sallam.

Ummu ’Ammar (isteri Yasir, ibunya ’Ammar bin Yasir) adalah orang pertama yang terbunuh fi sabilillah demi Islam dan kemudian diikuti oleh suaminya. Demikian pula Fatimah binti Al Khathab yang ditemani oleh suaminya untuk berbincang dengan abangnya, Umar bin Al Khathab yang berakhir dengan pengislaman Umar.

Sewaktu pasukan Nabi menuju ke Khaibar, Ummu Sinaan menghadap baginda Sallallahu Alaihi wa Sallam meminta untuk turut serta dalam pasukan bagi tugas menjaga keperluan minuman, merawat orang sakit dan luka serta mengurusi bekalan makanan. Permintaan tersebut dipersetujui oleh Rasulullah dengan mengatakan : ”Pergilah dengan mendapat rahmat dari Allah”.

Peranan keempat wanita dalam mengubah masyarakat adalah berkecimpung dalam politik. Terdapat banyak contoh peranan wanita muslimah ketika zaman Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam dalam bidang yang berisiko tinggi. Asma binti Abu Bakar bertugas menghantar makanan untuk ayahnya (Abu Bakar) dan Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam yang sedang bersembunyi di Gua Tsur dalam perjalanan hijrah ke Madinah. Tugas ini sangat berbahaya, kerana apabila orang Quraisy mengetahui tindakannya, bukan hanya dia yang akan mendapat kesusahan tetapi nyawa ayahnya dan Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam akan terancam. Asma’ merupakan seorang yang cerdik, dia berjalan menuju ke bukit itu sambil mengembala kambing. Beliau berjalan di depan dan kambing-kambingnya berjalan di belakang. Akhirnya, Rasullullah dan Abu Bakar berjaya memboloskan diri menuju ke Madinah untuk terus menegakkan Islam oleh negara di Madinah.

Peranan politik lain bagi wanita adalah memuhasabah(menasihati) penguasa. Tidak hanya bagi lelaki, wanita juga diperintahkan untuk menasihati pemimpin. Rasulullah bersabda, ”Agama itu nasihat”. Ditanyakan ’Kepada siapa ya Rasulullah?’ Beliau menjawab : ”Kepada Allah, Rasulnya, para pemimpin kaum Muslim dan rakyat mereka”. [HR Bukhari].

Diriwayatkan semasa pemerintahan Khalifah Umar, seorang wanita memuhasabah dasarnya (polisinya) iaitu melarang wanita meminta mahar (mas kahwin) yang tinggi dan bagi yang telah mendapat mahar yang tinggi harus mengembalikannya. Hujah wanita itu, dasar tersebut bertentangan dengan firman Allah Subhanahu wa Taala :

”Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain, sedangkan kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali daripadanya barang sedikitpun” [TMQ An Nisa:20]
Khalifah Umar pun terus menukar arahannya dengan mengatakan : ”Benar, perkataaan wanita itu!”

Selain dari itu, aktiviti politik wanita juga adalah melibatkan diri dalam parti politik sebagaimana yang telah disebut dalam Al Quran, Allah Subhanahu wa Taala memerintahkan lelaki dan wanita untuk melibatkan diri dalam parti politik. Firman-Nya :
”Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada Islam, mengajak melakukan kebaikan dan mencegah kemungkaran. Mereka itulah orang-orang yang beruntung” [TMQ Ali Imran:104]

Wanita dalam parti politik boleh sahaja menasihati pemimpin namun aktivitinya yang lebih utama adalah membina kesedaran politik kaum wanita. Wanita merupakan tiang negara, jika wanita tiada kesedaran dan pemikiran politik maka negara akan lemah. Sebaliknya jika wanita memiliki kesedaran politik yang tinggi maka negara pasti akan berdiri teguh.

Jelas sekali, betapa kaum wanita sepatutnya menjadi srikandi muslimah seperti para Sahabiyah. Sudah tiba masanya wanita menolak kaum hawa direndahkan atau merendahkan diri sebagai pemuas nafsu, penghibur dengan lenggok yang mengghairahkan, mengeksploitasi kecantikannya dan mengabaikan kehidupan masyarakat yang ahli-ahlinya telah wanita lahirkan dengan penuh kepayahan dan kesakitan.

Wanita sepatutnya menyedari waktu yang dimilikinya hanya dua puluh empat jam sehari sedangkan kewajipan yang mesti ditunaikan semakin menggunung. Oleh kerana itu, mereka amat menghargai waktu. Tidak mungkin baginya untuk melakukan aktiviti yang mubah (harus) apatah lagi aktiviti yang sia-sia seperti menonton drama, telenovela, berbual kosong dan sebagainya. Mereka sentiasa terikat dengan hukum syara’ baik dalam perbuatan mahupun perkataan. Halal dan haram menjadi panduan dan mengutamakan kewajipan. Bibirnya sentiasa basah dengan zikrullah yang memuji Allah Subhanahu wa Taala. Sejadah sentiasa terhampar untuk bersujud dan rumahnya selalu dipenuhi dengan bacaan Al-Quran beserta kajian isinya. Dia tidak takut dengan celaan dan ancaman sesiapapun yang membenci Islam kerana janji Allah Subhanahu wa Taala sentiasa tersemat di hati dan menjadi pendorong kepadanya. ”Dia yang Maha Perkasa akan menolong mereka yang menolong agamanya” [TMQ Muhammad:7]. Tegaknya Islam di muka bumi ini menjadi cita-citanya dan redha Allah merupakan harapannya. Ringkasnya, wanita Islam merupakan wanita yang melakukan ttugas dan tanggungjawab berkaitan hal-hal ibadah, urusan keluarga, sosial, ekonomi dan politik.

Pada dasarnya, dakwah wanita tidak berbeza dengan lelaki, baik dari segi hukumnya yaitu wajib maupun dari segi uslub (thoriqoh) yang harus ditempuhinya. Perbedaannya terletak pada teknikal pelaksanaannya saja karena hal ini terkait dengan sifat-sifat khusus yang telah ditetapkan Allah SWT atas kaum wanita serta kedudukannya yang khas di tengah masyarakat. Sifat khusus tersebut terikat dengan aturan khusus bagi wanita yang telah ditetapkan Allah SWT, seperti :

- Larangan bepergian jauh kecuali disertai mahrom

- Wajib mengenakan kerudung dan berjilbab ketika keluar rumah

- Harus ada izin suami ketika akan keluar rumah

- Tugas pokoknya (utama) nya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga

Hal ini tidak berarti dakwah wanita berjalan sendiri, begitupun dakwah lelaki. Pelaksanaan dakwah tetap merupakan satu kesatuan iaitu dakwah mewujudkan Islam di tengah-tengah kehidupan dimana kepemimpinan berada di pihak pria. Kendati demikian, untuk mengurus dan membina secara khusus kaum wanita, maka kegiatan seperti ini dipimpin oleh kaum wanita sendiri.

Upaya membangkitkan umat tentu tidak terlepas dari peran seorang wanita (ibu) yang pada hakikatnya sebagai orang yang melahirkan dan mendidik generasi penerus umat. Wanita dikaruniai oleh Allah SWT kemampuan untuk mengandung dan menyusui.Tak bisa dipungkiri seorang ibu memiliki peranan yang sangat penting terhadap proses tumbuh kembang anak.Seorang ibu juga berperan dalam mendidik anak-anaknya sehingga ibu menjadi madrasah pertama dan utama bagi anak-anaknya.Dengan berbekal pemahaman Islam yang kuat, seorang ibu akan mampu mengantarkan anak-anaknya menjadi anak-anak yang doanya senantiasa didengar oleh Allah SWT yang tidak lain adalah anak-anak yang shaleh, melalui seorang ibu juga para pemimpin yang unggul akan terwujud.Tak ayal lagi, kedudukan sebagai ibu adalah sangat ideal bagi wanita.Kriteria seorang ibu ideal diantaranya :

Memiliki aqidah dan Syakhshiyyah Islamiyyah

Seorang ibu yang memiliki aqidah yang kuat akan memiliki keyakinan bahwa anak adalah amanah Allah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Ibu yang seperti ini akan berupaya keras untuk menanamkan keimanan yang kokoh kepada anak-anaknya sejak dini.Firman Allah yang boleh kita renungi iaitu QS Al Hadid : 20.

Seorang ibu juga harus memiliki syakhshiyyah Islamiyyah (kepribadiam Islam) yang kuat.Artinya menjadikan aqidah Islam sebagai asas, baik dalam berfikir maupun berbuat, menjadikan hukum syara’ sebagai standar dalam perbuatannya juga akan menjadi teladan yang baik dan menjadi contoh pertama anak-anaknya.

Memiliki Kesadaran untuk Mendidik Anak-anaknya sebagai Aset Umat

Ibu yang baik tentu tidak sombong hanya mendidik agar anaknya mampu mandiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan mampu mengurus orangtuanya ketika tua.Akan tetapi seorang ibu harus juga mampu mengarahkan anaknya untuk berjuang menjalankan perintah Allah SWT yaitu memperjuangkan umat Islam.Kita bisa melihat teladan beberapa orang shahabiyat seperti Asma’ binti Abu Bakar Ash Shidiq yang mampu menjadikan anaknya, Abdullah bin Zubair, seorang kuat keimanannya dan tidak mengenal takut untuk berjuang di jalan Allah SWT.Al Khansa seorang ibu yang memiliki jiwa heroik yang sangat menyala dalam membela din dan kebenaran. Keempat putranya syahid di medan pertempuran dan ia tidak meratapinya dan juga tidak mengeluh.

Mengetahui dan mengasai konsep pendidikan anak

Seorang ibu haruslah memiliki wawasan dan keilmuan yang tinggi.Seorang ibu harus terus memperkaya dirinya untuk memahami perkembangan jiwa anaknya (baik aspek fisik, pikir dan nalurinya).

Untuk menjadi ibu ideal seperti gambaran di atas, tentulah tidak akan hanya berdiam diri. Perlu dilakukan pembinaan secara rutin dan berkesinambungan agar para ibu memiliki aqidah dan sykhshiyyah Islamiyyah yang tinggi. Pendidikan ibu merupakan modal utama dalam membina dan mendidik anak agar menjadi generasi yang shaleh, generasi yang menghasilkan pemimpin yang unggul.

Khatimah

Demikianlah gambaran umum mengenai pentingnya dakwah wanita dalam kaitannya dengan kebangkitan umat. Selain tugas pokoknya sebagai seorang ibu dan pengatur rumah tangga, wanita juga berperan sebagai hamba Allah SWT dan sebagai bagian dari masyarakat.

Untuk itulah, mari kita bersama-sama bergandingan dengan KEBANGKITAN UMAT ISLAM dengan mengembalikan seluruh hukum-hukum Allah SWT di tengah-tengah kehidupan kita. Hal ini hanya terwujud dengan jalan membina diri, keluarga dan masyarakat dengan pemahaman Islam yang jernih dan mendalam.
pic hiasan


Muslimah dan dakwah.

Hukum amal dakwah wajib syarie, tidak gugur selagi tidak wujud daulah bertanggungjawab terhadap mempraktikkan dan mempertahankan Islam, malah setelah penubuhan negara Islam pun masih wajib untuk mempertahankan negara Islam. Sebarang kecuaian tidak melakukannya adalah dosa.

Status kewajipannya adalah Fardu `ain, bukan kifayah. Kalau kifayah pun ia masih wajib dilakukan kerana persoalan berkaitan pelaksanaan Islam dan penegakan negara Islam belum selesai.

Apa pun status kewajipan berdakwah, mukmin mestilah melakukannya, kerana jika benar ia fardu `ain dan kita tidak melakukannya kita akan berdosa, jika kita melakukannya kita telah melangsaikan kewajipan di samping mendapat ganjaran. Kalau benar ia fardu kifayah dan kita melakukannya kita akan mendapat pahala. Dalam semua keadaan melakukannya adalah laba. Dalam keadaan tertentu tidak melakukannya mungkin akan mendapat dosa.

Timbul pula persoalan samaada ada perbezaan hukum di antara lelaki dan wanita dalam berdakwah. Apakah ianya hanya wajib kepada lelaki sahaja dan tidak perempuan? Berdasarkan hakikat yang boleh dikutip daripada al-óQuran surat at-Taubah ayat 71;

Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Dapat dilihat kesepaduan kerjasama antara lelaki dan wanita dalam melakukan amal dakwah ke arah Islam dan pengukuhan hukum-hukumnya.

Penjelasan di atas menunjukkan bahawa tidak syak lagi wanita Islam mempunyai peranan istimewa dan amat penting dalam melaksanakan amal dakwah bagi melengkapkan peranan kaum lelaki. Bahkan dalam sesetengah keadaan peranan mereka lebih penting, malah mengatasi peranan lelaki, terutama dalam bidang yang didominasi oleh kaum wanita. Ini kerana kaum wanita mempunyai beberapa keistimewaan tersendiri dari sudut kesediaan, kemampuan, sifat-sifat keperibadian, kejiwaan dan perasaan yang berbeza daripada kaum lelaki.

Jelas bahawa kewajipan dakwah sama sahaja antara lelaki dan wanita. Semua hujah yang mewajibkan dakwah terpakai ke atas wanita. Semua hujah wajib amal jama`ie terpakai ke atas wanita. Kewajipan wala’ `ammah dan khassah juga wajib ke atas wanita. Hakikat masa kini menunjukkan bahawa penglibatan wanita dalam dakwah dan kerja-kerja kemasyarakatan amat penting, kerana wanita adalah salah satu dari sumber kekuatan Islam. Tidak menggunakan kekuatan ini adalah satu pembaziran ke atas kekuatan yang ada. Selain dari itu masuk Islam menggunakan wanita dalam usaha menentang Islam, malah melihat wanita sebagai pintu masuk paling penting dalam usaha merosakkan Islam, oleh itu kaum wanita mesti disedarkan. Dalam hubungan ini wanitalah yang paling sesuai menyedarkan wanita.

Masyarakat Islam terawal memberikan contoh yang praktikal mengenai peranan wanita di dalam dakwah. Ummu ‘Atiyyah al-Ansariyyah umpamanya menjadikan rumahnya tempat tumpuan kaum lelaki di dalam menimba ilmu. Beliau begitu terkenal kerana keaktifannya di dalam memberi nasihat dan menyampaikan ajaran Islam di kalangan pelbagai qabilah pada zaman Nabi s.a.w. Baliau pernah diseksa dan dipenjarakan. Namun semangatnya tidak patah.

Menurut Zainab al-Ghazali di dalam bukunya yang berjudul Ila Ibnati, keadaan umat masa kini sangat memerlukan kaum wanita memainkan peranan yang aktif di dalam dakwah. Ini disebabkan penjajah Barat mengeksploitasi wanita di dalam menabur benih-benih kejahatan dan keruntuhan nilai-nilai akhlak dan kemanusiaan. Wanita Islam yang lemah pegangan agamanya serta cetek ilmunya akan terus menjadi alat propaganda syaitan di dalam melariskan kemungkaran yang ditajanya melalui media massa, sama ada media cetak mahupun media elektronik.

Menurut penelitian beliau, wanita adalah orang yang paling layak diketengahkan untuk menjalankan operasi dakwah di kalangan kaum sejenis mereka. Mereka lebih memahami tabiat, kedudukan dan permasalahan yang dihadapi kaum sejenis mereka. Dengan itu mereka lebih berupaya menembusi hati-hati mad’u dengan pendekatan yang bersesuaian serta lebih serasi dengan fitrah mereka.

Dengan penegasan oleh nas syarak mengenai kewajipan dakwah yang tidak membatasi gencer , pengamalan wanita di awal Islam, kenyataan dan amalan wanita Islam kini tiada lagi alasan bagi wanita untuk tidak terlibat dalam kerja-kerja dakwah. Alasan untuk memfokuskan usaha mendidik anak di rumah tidak boleh lagi dijadikan hujah untuk tidak terlibat dalam kegiatan dakwah di luar rumah. Dalam hubungan yang sama amatlah songsang jika ada wanita yang tidak sedia terlibat dalam kegiatan dakwah di luar rumah dengan berbagai hujah syar`ie sedangkan dalam masa yang sama mereka bekerja di luar rumah dengan menjawat jawatan-jawatan kerajaan.

Medan-medan Dakwah

Dakwah bukan terbatas pada menyampaikan ceramah di masjid-masjid, memberi tazkirah di dalam liqa’ mingguan atau memberi syarahan di dalam suatu perhimpunan. Sebaliknya dakwah merangkumi usaha-usaha membentuk tingkah laku dan gaya hidup seseorang; membentuk manusia yang memiliki akhlak mulia, tutur kata yang baik, kasih sayang yang mendalam, persaudaraan yang jujur, kegigihan dalam bekerja, sabar ketika bencana, teguh setia menanggung suka dan derita.

Jelas kepada kita, medan dakwah cukup luas dan pelbagai. Setiap orang boleh dan berhak malah wajib memainkan peranan dalam mana-mana medan dakwah. Beliau bertanggungjawab menyesuaikan diri, kemampuan, kesesuaian masa, tempat, kebolehan serta kelebihan yang dimiliki untuk kerja-kerja dakwah. Seseorang wanita tidak harus memenjarakan dirinya di dalam permasalahan keluarga dan rumah tangganya yang sempit, sehinggakan seolah-olah rumah itulah sahaja dunianya, suami dan anak-anaknya sahajalah segala-galanya dalam hidup ini. Akhirnya dia menjadi seorang ukhti yang tidak mempunyai wawasan, tidak mengendahkan masa depan agama dan dakwahnya. Lama kelamaan dia menjadi wanita biasa yang larut di dalam masyarakat, lupa pada tanggungjawab serta cita-cita untuk membangunkan rumah tangga dan masyarakat Muslim yang soleh.

pic hiasan

Pengimbangan Antara Keluarga dan Dakwah.

Jadi, perseimbangan antara tanggungjawab dakwah dengan urusan rumah tangga amatlah dituntut. Sebagai da’iah yang memiliki kesedaran yang mendalam tentang tanggungjawab, ukhti mestilah mengatur kehidupannya secara seimbang. Rumah tangga tidak harus diabaikan kerana dakwah. Begitu juga sebaliknya dakwah tidak harus dikorbankan kerana sibuk melayani suami serta kerenah anak-anak. Ukhti mesti memahami keutamaan bagi setiap perkara, masa dan keadaan. Ketika anak-anak masih kecil, tumpuan mesti diberikan kepada mereka,didik mereka supaya menjadi pelapis yang bakal meneruskan risalah. Namun pada masa yang sama ukhti tidak boleh meninggalkan medan dakwah sepenuhnya atas alasan mendidik anak. Tindakan ini akan membawa kerugian kepada ukhti dari segi pendedahan, pengalaman dan pahala.

Dalam membuat pengimbangan antara kegiatan dakwah dan urusan rumah tangga wanita mestilah benar-benar mengetahui takat kemampuan maksimum yang boleh atau mampu diberikannya kepada kegiatan dakwah. Dia juga mesti benar-benar tahu takat maksimum urusan rumah tangga yang boleh dikongsi dengan kegiatan dakwah. Dia mesti tahu takat yang kalau dilanggar rumah tangganya akan mengalami kemudaratan. Dia juga mesti tahu takat kegiatan dakwah yang kalau ditinggalkannya akan memudaratkan dakwah. Dalam menentukan kedua-dua takat ini wanita mesti jujur terhadap dirinya, keluarganya dan dakwah yang dipikulnya. Pertimbangannya juga akan dipengaruhi bantuan dan kerjasama suami.

Kerjasama Suami.

Seperti penjelasan di atas, kegiatan dakwah adalah kewajipan lelaki dan wanita. Pengurusan rumah tangga, termasuk mendidik anak-anak juga adalah tanggungjawab bersama lelaki dan wanita, cuma sifat semula jadi wanita membuatkannya lebih berkesan dalam mengurus rumah tangga, terutama mendidik anak-anak. Oleh itu menyerahkan 100% urusan rumah tangga dan mendidik anak-anak kepada isteri di samping memintanya memainkan peranan aktif dalam kegiatan dakwah di luar rumah adalah satu ketidakadilan kepada wanita. Berdasarkan hakikat ini maka:
1. Suami mestilah peka dan sadar tentang peranan dan hak isteri dalam kegiatan dakwah dan kemasyarakatan.
2. Suami mestilah membuang sikap dan pendirian bahawa oleh kerana peranan asasi dan terpenting wanita ialah membentuk generasi Muslim maka wanita mestilah berfungsi dan berperanan dalam rumah tangga sahaja.
3. Suami mestilah membenarkan isteri terlibat dalam kegiatan dakwah dan kemasyarakatan
4. Suami mestilah memberikan kerjasama yang secukupnya bagi menjamin isteri dapat memainkan peranan yang sempurna dalam urusan rumah tangga dan kegiatan dakwah.
5. Suami mestilah sedia berkorban dan bertolak ansur dalam hal-hal mengenai hak dan kewajipan dalam rumah tangga.
6. Isteri tidak mengambil kesempatan ke atas sikap kerjasama, tolak ansur dan kesediaan suami berkorban.

Sesungguhnya kita sangat berhajat kepada ukhti Muslimat da’iah yang memahami betapa umat ini amat memerlukan dakwahnya, sumbangan tenaga serta kepakaran yang ada padanya bagi membimbing wanita-wanita Islam dan mendidik mereka agar beriltizam dengan ajaran Islam. kita sangat berhajat kepada ukhti Muslimat da’iah yang prihatin terhadap hal ehwal masyarakat dan umat Islam, yang memahami tugas yang diamanahkan kepadanya, yang bercita-cita untuk mengangkat dirinya ke martabat du’at yang berjuang dan berjihad mendaulat serta mempertahankan din yang agung ini.

Contoh-contoh Penglibatan Wanita di Dalam Masyarakat di Zaman Nabi s.a.w.

Contoh-contoh ini telah dibentangkan oleh Dr Layth Su’ud Jasim di dalam bukunya Khidmat Masyarakat, Peranan Wanita di Zaman Rasulullah s.a.w.,

Rasulullah s.a.w. meninggalkan kepada kita suatu manhaj dan sumbernya yang terpelihara. Ia menjadi asas pembinaan tamadun Islam yang menjadi agama penutup kepada agama-agama langit terdahulu. Tamadun ini mengadaptasi tabiat manhaj rabbaniy tersebut. Iaitu suatu manhaj yang sifatnya sentiasa menyumbang dan memenuhi keperluan manusia sehingga hari kiamat.

Menerusi hakikat inilah kaum wanita menjalankan aktivitinya dalam kehidupan masyarakat Islam. Ia bertindak sebagai satu komponen penting dalam sistem dan tamadun Islam. Kaum wanita turut menyertai anggota masyarakat lain dalam memperkayakan sudut-sudut amali bagi tamadun yang hebat ini. Penyertaan kaum wanita berlaku dalam paksi-paksi berikut:

Paksi Pertama : Menubuhkan dan Mengaktifkan Institusi Khidmat Kemasyarakatan
Paksi Kedua : Pembiayaan Program Institusi Kemasyarakatan

Paksi Pertama : Menubuhkan dan Mengaktifkan Institusi Khidmat Kemasyarakatan

i. Penubuhan Badan Kebajikan (Suffah Wanita)

Orang pertama yang mengeluarkan idea ini ialah Asma’ binti Yazid bin al-Sakan al-Ansariyyah. Beliau pernah menjadi wakil bagi kaum wanita menemui Rasulullah s.a.w. bagi bertanyakan tentang kewajipan wanita dalam masyarakat dan peranan mereka dalam kerja-kerja kemasyarakatan. Ini dapat difahami daripada kata-kata beliau: “Aku adalah utusan kepada seluruh kumpulan kaum wanita yang berada di belakangku. Mereka semua sependapat denganku.” Rasulullah s.a.w. memuji beliau kerana kepintaran dan keprihatinannya terhadap agama. Semua ini menunjukkan kaum wanita dibenarkan berpersatuan sendiri dan mengeluarkan pendapat dalam permasalahan-permasalahan penting, terutama yang bersangkutan dengan kaum wanita, kepentingan agama dan kepentingan dakwah.

Antara aktiviti yang mereka jalankan:
a. Menuntut ilmu
b. Aktiviti Pekerjaan
c. Aktiviti memelihara alam sekitar
d. Mengadakan Perayaan, Sambutan, Bernasyid dan Menyanyi
e. Menghadiri Perhimpunan Tergempar dan Penting

ii. Membina Rumah Tamu dan Membiayainya

Antara wanita yang memberikan sumbangan dalam pembinaan rumah tetamu dan mengeluarkan biaya terhadap tetamu negara Islam ialah Ramlah binti al-Harith bin Tha’labah yang dikenali dengan Umm Thabit. Rumah beliau mempunyai ruang yang besar dan dikelilingi dengan taman luas yang dipenuhi pohon tamar. Rasulullah s.a.w. pernah mengurung Bani Quraizah yang berjumlah 400 orang atau lebih menurut sesetengah riwayat di dalam rumah tersebut.

Delegasi-delegasi yang pernah menghuni rumah tersebut antara lain:
- Delegasi Salman yang terdiri daripada tujuh orang
- Delegasi Bani Kilab yang berjumlah 13 orang
- Delegasi Bani Murrah yang terdiri daripada 13 orang
- Delegasi Bani Fuzarah
- Delegasi Bani ‘Abd Qays
- Delegasi Bani Tamim
- Delegasi Bani Hanifah
Kesemua delegasi tersebut menjadi tetamu di rumah itu pada masa yang sama.

Paksi Kedua : Pembiayaan Program/Projek Institusi Kemasyarakatan

Allah s.w.t. menyifatkan harta sebagai paksi serta asas kehidupan masyarakat Islam. Lantaran itu Islam meletakkan antara matlamat syara’ ialah memelihara harta. Islam juga memperundangkan hukum-hukum tertentu berkaitan dengan pemeliharaan harta seperti zakat,sedekah, wasiat, waqaf dan sebagainya.

Perundangan ini tidak khusus kepada lelaki sahaja, malah turut melibatkan kaum wanita. Terlalu banyak contoh-contoh yang terkandung di dalam sirah mengenai keterlibatan wanita secara langsung di dalam memberi sumbangan material sama ada zakat, sedekah, hadiah pembebasan hamba dan lain-lain.

Institusi Khidmat Kesihatan

Dr. Lyth juga menyebutkan bahawa institusi khidmat kesihatan merupakan salah satu institusi yang berkaitan dengan masjid. Dan para sejarawan dalam bidang perubatan menganggap khemah yang didirikan oleh Rufaydah binti Ka’ab al-Aslamiyyah merupakan hospital pertama dalam Islam. Beliau mempunyai ilmu tentang perubatan dan mewakafkan dirinya untuk membantu umat Islam yang memerlukan. Ketika Sa’ad bin Mu’az r.a cedera dalam satu peperangan, Rasulullah s.a.w. membina khemah untuknya di kawasan masjid bagi memudahkan baginda sentiasa melawatnya. Semua ini membawa banyak manfaat dari aspek perundangan dan kemajuan:

1. Wanita dibolehkan mempelajari ilmu perubatan. Bahkan kadangkala hukumnya menjadi wajib dalam keadaan tertentu.
2. Keperluan untuk membina hospital-hospital atau pusat-pusat perubatan di masjid atau di kawasan sekitarnya.
3. Wanita dibolehkan bekerja di dalam sebarang bidang pengkhususan yang membawa manfaat kepada masyarakat.
4. Doktor wanita boleh mengubati pesakit lelaki sekiranya tidak wujud doctor lain atau mana-mana pakar yang lain.
5. Wanita dibolehkan mendalami ilmu kejururawatan. Contohnya Ku’aibah yang membantu saudaranya Rufaydah.
6. Doktor Muslimah atau pembantunya wajib memakai pakaian yang menutup aurat. Ia tidak bertentangan dengan tugas yang diberi.
7. Perlunya mengambil berat terhadap ketua turus tentera dengan diberikan perhatian khusus terhadapnya. Contohnya Sa’ad bin Mu’az.
8. Mengganjari doctor wanita yang cemerlang dan pakar. Rasulullah s.a.w. memberikan sejumlah harta rampasan perang Khaybar kepada Rufaydah sebagaimana ia diberikan kepada kaum lelaki.
9. Orang-orang Islam begitu maju dalam penubuhan hospital-hospital yang merangkumi pelbagai pengkhususan.
pic hiasan
Medan Aktiviti Wanita Kini

Dari apa yang dibentangkan di atas, jelas kepada kita bagaimana wanita berperanan memberikan saham kepada masyarakat menerusi institusi dan aktivitinya tanpa merosakkan nilai dan etika yang ditetapkan syarak. Ia telah dikembangkan menerusi pelbagai usaha dalam ruang lingkup yang seimbang dan difahami dengan sebaiknya oleh wanita Islam. Mereka memberikan komitmen sebagaimana komitmen mereka terhadap amal ibadat yang lain.

Wanita hari ini mengikut segala pemikiran dan perilaku yang diimport sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta sehingga akhirnya membawa kepada pelanggaran batas serta sempadan yang telah digariskan Allah dan Rasul.

Lantaran itu wanita Islam memerlukan badan atau institusi kemasyarakatan yang berkaitan dengan aspek-aspek kewanitaan. Melaluinya tenaga mereka dapat disalurkan kepada masyarakat secara tersusun menurut konsep Islam.

Saling bertukar pengaman kejayaan di kalangan institusi-institusi wanita Islam juga merupakan satu perkara yang amat diperlukan. Begitu juga tolong menolong secara berterusan bagi memberikan galakan kepada institusi yang baru muncul meneruskan khidmat baktinya.

Wallahu’alam bishawab

No comments:

Post a Comment